ads_hari_koperasi_indonesia_74

EWI: Pemerintah Jangan Berpihak ke Swasta  

EWI: Pemerintah Jangan Berpihak ke Swasta  

Jakarta,hotfokus.com

Kehadiran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik VIVO Energy Indonesia di kawasan Cilangkap Jakarta Timur beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat setelah menjual bensin RON 89 dengan harga Rp 6.300 per liter (sebelumnya Rp 6.100/liter) jauh di bawah Premium RON 88 milik Pertamina yang dijual Rp 6.550/liter.

Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahean, sejumlah pertanyaan kemudian muncul dari tengah publik mengapa VIVO yang notabene perusahaan swasta bisa menjual lebih murah RON 89 dari RON 88.

“Sayangnya pertanyaan publik hanya sebatas itu, dan tidak lagi mencermati mengapa VIVO tak mampu menjual RON 90 setara Pertalite dan RON 92 setara Pertamax lebih murah dibanding Pertamina. Mereka menjual RON 90 dan 92 lebih mahal dari Pertamina,” katanya di Jakarta, Kamis (30/11).

Ironisnya, kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan yang seharusnya tampil sebagai pengayom semua pihak justru terkesan menyalahkan dan menyudutkan BUMN Pertamina sebagai pihak yang tidak efisien.

“Dalam hal ini yang menjadi pusat perhatian adalah sikap pemerintah terutama Menteri ESDM Ignasius Jonan yang langsung memberikan vonis tidak efisien kepada Pertamina,” ketusnya.

Jonan, kata dia, hanya membandingkan 1 SPBU VIVO dengan Pertamina yang melayani seluruh wilayah NKRI bahkan dengan biaya-biaya kewajiban negara yang dibebankan ke Pertamina seperti BBM 1 Harga. “Yang jadi pertanyaan,apakah Jonan tidak tahu beban yang ditanggung Pertamina sebagai kewajiban negara?” tanya dia.

Ia menjelaskan, bahwa untuk menyiapkan cadangan BBM nasional, hutang pemerintah mencapai puluhan trilliun. Selain itu, untuk menjalankan program BBM 1 harga, kerugian dari selisih harga jual dan lain sebagainya adalah beban yang tidak kecil karena totalnya bila dirupiahkan bisa mencapai 100 trilliun lebih. “Ini uang mati Pertamina akibat ulah pemerintah. Maka sangat disayangkan jika Jonan terburu-buru memvonis Pertamina tidak efisien,” sesalnya.

Terkait peluncuran produk LPG VIVO bermerk Nusagaz yang konon harga jualnya juga lebih murah dari produk Pertamina, Ferdinand meminta kepada Pemerintah untuk menjelaskan ke publik apakah Nusagaz sudah sesuai dengan Keputusan Dirjen Minyak dan Gas Bumi Nomor 2652.K/10/DJM.T/2009 Lampiran ke II tentang Standar dan Mutu LPG jenis Propana atau tidak.

“Karena informasi yang kami dapat, kandungan propona Nusagaz 80% atau sangat berbeda dgn LPG Pertamina yang menggunakan Propana 50% dan Butane 50%. Bedanya tentu di tingkat pengapian dan panas serta warna apinya. Jadi wajar jika harga Nusagaz ebih murah,” tukasnya.(ral)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *