Jakarta, Hotfokus.com
Sidang perkara dugaan penggelapan bahan bakar minyak (BBM) antara PT Meratus Line dan PT Bahana Line kembali digelar di PN Surabaya, Senin (13/2/2023). Sejumlah terdakwa yang juga karyawan PT Meratus Line dalam perkara tersebut mengaku mengalami penyekapan yang dilakukan oleh perusahaan milik Charles Manaro itu.
Menurut para saksi, penyekapan trsebut l bahkan melibatkan sejumlah oknum aparat untuk mengintimidasi para karyawan. Cerita penyekapan ini terungkap dalam kesaksian sejumlah terdakwa yang juga menjadi saksi bagi terdakwa lainnya, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (13/2) malam.
Saksi Pertama Edia Nanang Setiawan, Bunker Officer PT Meratus Line mengungkapkan bahwa ia pernah disekap oleh perusahaan di dalam kantor selama kurang lebih 18 jam.
“Saya mulai disekap dari jam 8 pagi sampai jam 2 dinihari baru dilepas. Kami dikumpulkan di ruangan yang sama kemudian dipisah (dengan karyawan lainnya), pulangnya berbeda,” ucapnya.
Saat disekap, Edia mengaku ditekan dan diminta untuk menandatangani surat pernyataan. “Disuruh tandatangan surat pernyataan yang intinya membolehkan manajemen untuk mengakses HP. Dan selama 4 jam tidak dibolehkan bicara,” tukasnya.
Tak hanya itu, dia juga mendapat tindakan intimidasi lain yang melibatkan oknum aparat. Hal itu terjadi ketika ia hendak kencing terus dibuntuti oleh oknum tersebut. “Saya disuruh mengaku saja,” katanya.
Edia melanjutkan, bahwa tindakan penyekapan tersebut melibatkan Direktur Utama (Dirut), Slamet Raharjo dan Auditor Internal, Fenny Karyadi. Bahkan uang miliknya Rp 1 miliar berikut sertifikat hak milik diminta oleh Dirut. “Ada pak Slamet dan ibu Fenny Karyadi pada saat (penyekapan) itu. Slamet yang meminta uang dan SHM saya,” ujarnya.
Sementara Anggoro, Bunker Officer PT Meratus Line yang menjadi saksi berikutnya juga mengaku disekap selama 18 jam oleh kantornya. Nama Dirut Slamet dan Auditor Internal Fenny Karyadi kembali muncul dalam proses penyekapan itu. “Disekap dari jam 8 pagi sampai jam 2 dini hari. saat itu ada pak Slamet dan ibu Fanny dan oknum aparat. Karena merasa memberikan keterangan secara tidak stabil, satu minggu kemudian saya mengajukan pencabutan pernyataan yang tertuang saat itu. Karena sebagian besar pernyataan itu tidak benar,” ujarnya.

Keterangan saksi ketiga bernama Nur Habib juga membenarkan soal penyekapan tersebut. Dirinya disekap di kantor sejak pukul 8 pagi hingga 2 dini hari. Juga mengaku ditekan oleh Dirut Slamet Raharjo untuk mengakui dan dijanjikan tidak akan diproses secara hukum. “Dari jam 8 pagi sampai dini hari (disekap). Buat surat pernyataan tapi, lupa isinya. Disuruh menulis dan beberapa didikte. Ada, HP saya ditahan dari siang sampai pulang. Pas ditekan, saya diminta bersumpah Al Quran. Dirut bilang kalau kamu cerita apa adanya tidak akan diproses secara hukum, faktanya diproses secara hukum juga,” tutup Nur Habib.
Sebelumnya upaya penyekapan juga pernah diungkapkan oleh terdakwa Edy Setyawan dalam sidang di PN Subaaya yang bahkan mengaku sempat disekap selama 5 hari dan disita sejumlah SHM nya oleh Dirut SR. Atas kasus ini, Istri Edy pun sempat melaporkan Dirut Slamet ke polisi hingga ditetapkan sebagai tersangka.
Hal itu terungkap dalam surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hanya sampai sekarang tidak jelas ujung kasus tersebut.
Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Operasional PT Bahana Line Ratno Tuhuteru mengatakan, bahwa modus enggan membayar dengan menyebutkan direksi PT Bahana Line terlibat juga dilakukan perusahaan milik Charles Manaro itu dan membuat geram direksi PT Bahana Line. Pada sidang sebelumnya Ratno Tuhuteru bahkan mengancam akan memperkarakan Slamet dan Fanny.
“Kami geram sekali dengan cara Dirut SR dan FK yang memaksa mengkaitkan kami terlibat, padahal tidak ada bukti sama sekali. Kami sedang mempertimbangkan untuk melaporkan secara pidana tuduhan tersebut,” kata Ratno dalam sidang yang berlangsung, Senin (07/2/2023) itu.
“Selama ini kami melayani sebagai priority customer malah menggerogoti dengan ngemplang utang. Sampai Dirut kami suruh stop melayani karena sudahlah ya sampai Rp 50 miliar tidak dibayarkan,” tutup Ratno Tuhuteru.(RAL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *