Jakarta, Hotfokus.com
Upaya PT Meratus Line melakukan framing yang mengesankan PT Bahana Line terlibat dalam tindak pidana penggelapan BBM yang dilakukan 17 oknum karyawan kedua perusahaan, digagalkan dua saksi karyawan PT Meratus Line sendiri.
Pengacara terdakwa Syaiful Ma’arif menyatakan kesaksian yang disampaikan dua saksi yang dihadirkan PT Meratus di Pengadilan Negeri Surabaya yakni Irwan Bahrudin dan Aryo dalam kasus tindak pidana penggelapan BBM yang dilakukan 17 oknum karyawan PT Meratus Line dan PT Bahana Line itu justru mematahkan apa yang selama diframing oleh PT Meratus Line sendiri.
Misalnya saja, kata dia, kedua saksi tersebut sama-sama mengungkapkan mereka ditugaskan manajemen untuk melakukan penelitian atas penggunaan BBM di kapal, namun kapal yang diteliti keduanya berlayar dari Jakarta ke Surabaya sehingga vendor pengisi BBM dipastikan berasal dari Jakarta.
“Kapal yang diteliti perjalanannya dari Jakarta, diisinya (BBM) juga di Jakarta, vendornya juga bukan dari Surabaya. Karena Surabaya dengan Jakarta itu beda. Ironisnya, hasil dari penelitian kedua saksi itu disampaikan sebagai hasil yang dipakai untuk menghitung kerugian oleh auditor internal. Padahal, kapal itu vendornya bukan dari Surabaya,” ungkapnya.
“Jadi sudah pasti tidak ada korelasinya dan saya cek tidak ada hasil yang lain. Contoh yang digunakan dipukul rata, mereka punya 60 kapal, yang masuk (perkara pidana) itu 40, yang disebutkan itu tidak ada disitu,” tambahnya.
Syafri menegaskan, bahwa jika penelitian kedua saksi yang dianggap tidak kompeten itu digunakan, maka hasil audit yang dilakukan PT Meratus Line sebelumnya pun secara hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Audit internal mereka secara hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena juga hanya berdasarkan asumsi,” tandasnya.
Terkait perkara ini, Syafri menjelaskan bahwa keterangan saksi sebelumnya yang berusaha menumpahkan kesalahannya pada PT Bahana Line secara korporasi adalah tidak tepat. Pasalnya, dalam perkara ini oknum karyawan Meratus dan oknum karyawan Bahana lah yang bermain.
“Keterangan saksi kali ini juga tidak terkait dengan fakta karena menceritakan soal proyek di kapal yang justru vendornya bukan Bahana,” ungkapnya.
Seperti diketahui, pada sidang Selasa (17/1/2023) kemarin, kesaksian Dirut PT Meratus Slamet Raharjo maupun Audit Internal Fenny terkesan lebih banyak menyudutkan PT Bahana secara korporasi. Slamet bahkan sempat menyebut, bahwa karyawannya yang bernama Edi Setyawan menerima langsung sejumlah uang dari Bahana.
Sedangkan Fenny sempat mengakui soal perhitungan kerugian yang awalnya ditaksir mencapai Rp 501 miliar, namun melorot menjadi Rp 94 miliar setelah dicecar oleh para pengacara terdakwa. Fenny juga mengakui jika metode audit yang dilakukannya lebih banyak berdasarkan asumsi.
“Terdapat keterangan yang banyak kejanggalan dan memaksakan agar Bahana masuk walau sebenarnya tidak ada kaitan hingga mereka (saksi Slamet dan Fenny) diperingatkan ketua Majelis hakim. Jadi, makin jelas ini ada upaya memframing korporasi Bahana untuk kasus yang sebenarnya akibat pengawasan internal Meratus sendiri yang tidak jalan. Terbukti kasusnya diduga dilakukan dengan inisiatif oknum karyawan Meratus,” pungkasnya.

Sementara kesaksian Irwan dan Aryo yang dihadirkan PT Meratus di Pengadilan Negeri Surabaya itu justru bisa menggagalkan harapan Meratus Line sendiri. Dua karyawan yang diketahui menjabat sebagai Technical Superintendent itu dalam keterangannya sebagai saksi, menerangkan bahwa keduanya mendapat tugas dari manajemen PT Meratus Line untuk melakukan penghitungan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) pada kapal-kapal milik PT Meratus Line.
Yang menjadi persoalan kedua saksi justru mengaku ditugaskan untuk mengawasi dan melakukan penyelidikan terhadap penggunaan BBM kapal yang berlayar dari Jakarta ke Surabaya.
Seperti yang disampaikan saksi Irwan. Ia mengaku diperintah pimpinannya untuk melakukan monitoring operasional kapal supaya bisa berlayar dan ikut berlayar di Kapal Wainampu.
“Saya diminta pimpinan ikut berlayar untuk memastikan konsumsi BBM di Kapal Wainampu. Kami berlayar dari Jakarta menuju Surabaya dengan perjalanan yang ditempuh selama 30 jam. Setelah di laut lepas baru saya melakukan perhitungan,” katanya, Kamis (19/1/2023).
Saksi Irwan juga sempat menjelaskan metode perhitungan yang dilakukannya, di mana kapal yang ditelitinya menggunakan tangki harian sehingga perhitungannya dilakukan per jam.
“Saya kasih garis, turunnya berapa, baru diakhir kita lakukan perhitungan. Saya hanya menghitung konsumsi, dikroscek dengan laporan kapal. Dari perhitungan yang saya lakukannya, terdapat selisih penggunaan BBM. Dan hasil temuan ini saya laporkan ke atasan,” tukasnya.
Sementara itu, saat ditanya Syaiful Maarif pengacara terdakwa soal dari mana suplai BBM yang diperoleh kapal yang ditelitinya, Irwan menjelaskan, jika kapal berasal dari Jakarta sehingga vendor dan bunker office nya pun berasal dari Jakarta. Namun ia mengaku tidak tahu siapa vendor yang menyuplai BBM ke kapal tersebut.
Saat di tanya pengacara terkait standar operasional prosedur (SOP) untuk menghitung BBM maupun soal standarisasi kapal dapat dikatakan boros atau irit, Irwan mengakui tidak ada.
“Tidak ada, tapi menghitung berdasarkan riil laporan,” ucapnya.
Saksi kedua Aryo juga menyampaikan hal yang sama dengan Irwan. Ia mengaku mendapatkan tugas untuk menghitung jumlah konsumsi BBM namun pada kapal milik Meratus yang ditelitinya bernama Meratus Waigeo. “Di kapal tersebut, saya menemukan selisih BBM yang dipakai di kapal. Hasil selisih BBM itu pun saya laporkan pada manajemen,” katanya.
Ditanya soal vendor penyuplai BBM kapal tersebut, Aryo juga mengakui bahwa hal itu dilakukan oleh vendor dari Jakarta. Demikian pula saat ditanya mengenai penyebab dari selisih BBM hasil temuannya, Aryo mengaku tidak tahu.
“Pengisian dari vendor Jakarta. Saya tidak tahu penyebab selisihnya apa. Yang saya lakukan hanya pasang alat untuk memastikan agar tidak ada transfer BBM,” ungkapnya seraya menambahkan bahwa proses penghitungan selisih BBM itu baru dilakukan kali ini.
Arya juga mengaku tidak tahu kalau kapal yang ditelitinya itu tidak masuk dalam perkara dugaan pidana penggelapan BBM ini. Atas ketidaktahuan saksi itu, Syaiful lalu membeberkan daftar nama sejumlah kapal yang masuk dalam perkara ini. Dimana, dua kapal yang diteliti kedua saksi itu dipastikan tidak masuk dalam daftar kapal yang diperkarakan.
Namun saat ditanya soal hasil penelitian mereka yang dipakai sebagai dasar audit oleh auditor internal PTMeratus Line, baik Irwan maupun Aryo sama-sama membenarkan bahwa mereka pernah dimintai keterangannya oleh auditor internal. Aryo bahkan memastikan, bahwa salah satu auditor yang menanyainya adalah Fenny yang sebelumnya bersaksi di persidangan.”Pernah dimintai keterangan oleh auditor internal. Salah satunya oleh bu Fenny,” pungkasnya.(RAL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *