Pokrol Bambu
Namun bukannya memperbaiki kesalahan formil dalam UU Ciptaker, akan tetapi malah menjadikannya sebagai dasar bagi pemerintah menerbitkan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja dalam sektor ketenagalistrikan. Oligarki Indonesia seperti orang kebelet pipis tidak tahan untuk mempercepat liberalisasi PLN atau bahasa lainnya bagaikan agar aset-aset PLN segera bisa dipreteli, sehingga bisnis listrik ke depan tidak didominasi PLN.
Wah ini adalah main pokrol bambu. Pemerintah bergerak bagaikan hantu membuat berbagai agenda privatisasi PLN yakni melalui sub holding PLN. Anak-anak perusahaan PLN dipisahkan dari induknya, agar bisa dilepas ke swasta. Usaha melepaskan ke swasta melalui sub holding dilanjutkan dengan IPO, lease back, strategic partner hingga pengalihan aset.
Baru-baru ini Pemerintah mengalihkan aset PLN kepada PT. Bukut Asam, BUMN tambang batubara yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak swasta. Alasannya untuk mempercepat penutupan pembangkit batubara tersebut, dengan alasan mencapai target Net Zero Emission (NZE). Kok kayaknya nggak nyambung antara tujuan dan tindakan. Apakah PT BA kesulitan jual batubara sehingga diserahkan pembangkit PLN? Atau apakah PT BA kesulitan uang sehingga diajak jualan listrik PLTU dengan sistem take or pay dengan PLN?
Untuk memperlancar pengalihan aset ini maka digunakan seabrek istilah dalam bahasa asing, tapi kesannya asal comot. Dan rasanya saya tau siapa konsultannya. Saya pernah dengar dia orang yang suka deception dengan bahasa asing itu ceramah tentang taktik seperti begitu. Gunakan istilah asing yang banyak dalam menjual aset negara. Pertama dialihkan ke BUMN Tbk, setelah itu dialihakan ke swasta murni. Kalau ini sudah jual aset namanya. Ngono Mas.()
Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi/Peneliti AEPI
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *