ads_hari_koperasi_indonesia_74

Degradasi Regulasi Ketenagalistrikan Agar PLN Bubar Lebih Cepat?

Degradasi Regulasi Ketenagalistrikan Agar PLN Bubar Lebih Cepat?

Tidak Kapok
Di bawah sikap takluk pada agenda liberalisasi ekonomi yang disponsori modal asing bekerja sama dengan konglomerat busuk dan oligarki nasional maka disyahkanlah UU Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. UU ini mempreteli hak menguasai negara dalam penyediaan ketenagalistrikan melalui pasal-pasal unbandling pengelolaan PLN baik secara vertikal maupun horizontal.

Usaha penyedian listrik oleh PLN selaku perpanjangan tangan negara hendak dipotong-potong untuk sebagian diserahkan ke pihak swasta atau agar sebagian menjadi bisnis yang dikuasai swasta.

UU ini dinyatakan bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) disampaikan oleh majelis hakim MK dalam sidang pembacaan putusan atas permohonan judicial review UU 20/2002 terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh BHI, Serikat Pekerja PLN, dan Ikatan Keluarga Pensiunan Listrik Negara (IKA PLN) di kantor MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (15/12/2004).

Amar putusan ini dibacakan oleh 9 hakim, termasuk Ketua MK Jimly Ash-Shiddiqie, secara bergiliran. Dalam amar putusannya, MK menetapkan bahwa pasal 27, 28, 33, dan 54 UUD 45 telah dilanggar oleh ketentuan di dalam UU 20 Tahun 2002. Pelanggaran itu, terutama pada pasal yang menyatakan bahwa listrik merupakan komoditi yang dapat dikompetisikan dan ditingkatkan harga jualnya dan listrik merupakan cabang usaha yang cukup dikuasai oleh negara dalam konsep perdata

Lima tahun kemudian disyahkan UU 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Sama dengan UU sebelumnya yang membawa konsep penyelenggaraan ketenagalistrikan secara unbandling. Skema yang dibangun UU ini adalah pengelolaan ketenagalistrikan secara terpisah-pisah baik secara horizontal maupun vertikal atau keduanya secara bersamaan.

Tentu saja maksudnya agar listrik yang dipisah-pisah itu dapat diambil alih oleh swasta atau diserahkan bagian-bagiannya secara utuh 100 persen kepada swasta. UU yang sudah mati dibangkitkan lagi oleh oligarki Indonesia.

Lagi-lagi UU No 30 tahun 2009 dibatalkan oleh MK. Dari pasal-pasal yang diuji itu, ada 2 pasal yang akhirnya dibatalkan oleh MK karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu Pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 ayat 1. “Menyatakan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” demikian bunyi salinan putusan MK.

MK juga menyatakan, “Pasal 11 ayat (1) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Oligark Indonesia memang tidak bisa tobat. Kegagalan dua kali tidak menjadikan mereka kapok. UU ketenagalistrikan kembali dimasukkan ke dalam Omnibuslaw yakni UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU ketenagalistrikan yang sudah mati dua kali dihidupkan kembali.

Dalam cluster ketenagalistrikan UU Cipta Kerja konsep liberalisasi ketenagalistrikan dibangkitkan lagi dari dalam kuburnya. Lagi lagi UU ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Kali ini yang dibatalkan adalah proses formalnya dan memberi tenggang waktu kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU ini.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *