Jakarta, Hotfokus.com
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) tidak boleh seenaknya menaikkan harga eceran tertinggi (HET) Elpiji 3 kg bersubsidi dan mengembalikan penetapan HET Elpiji bersubsidi menjadi kewenangan Kementerian ESDM, bahkan Presiden.
Menurutnya, jika hal ini terus dilakukan tanpa kontrol dan persetujuan pemerintah pusat (Kementerian ESDM), maka konsumen akan menanggung kenaikan harga gas elpiji 3 kg. Padahal biaya pokok per kgnya belum ada kenaikan, bahkan pemerintah menjamin tidak ada kenaikan harga gas elpiji 3 kg untuk 2022 ini.
“Tetapi apalah artinya, jika kemudian Pemda menaikkan harga HET Elpiji bersubsidi sendiri sendiri dengan alasan biaya transportasi. Menurut saya alasan seperti ini tidak relevan dengan kian banyaknya infrastruktur SPBE yang sudah lama terdapat di berbagai daerah,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, jika mengacu pada kondisi terdahulu dimana keberadaan SPBE masih sangat minim, maka kebijakan lokal HET masih bisa dimengerti karena jarak antara agen dengan SPBE, atau dengan pangkalan masih jauh.
“Tetapi saat ini di masing masing daerah keberadaan SPBE sudah cukup banyak, sehingga jarak antara SPBE dengan agen dan pangkalan semakin dekat, maka HET yang ditetapkan oleh Pemda menjadi tidak rasional. Harusnya tidak ada lagi alasan bagi Pemda untuk menaikkan HET Elpiji 3 kg bersubsidi secara sepihak,” paparnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa hingga saat ini harga gas elpiji 3 kg masih tetap karena belum ada kenaikan oleh pemerintah. Ironisnya di lapangan terjadi kenaikan HET oleh pemerintah daerah dengan alasan untuk menutup biaya transportasi.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria menilai, Pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM RI dan Menteri Dalam Negeri RI sudah saatnya membuat keputusan agar Penetapan HET Elpiji 3 kg bersubsidi hanya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat bukan lagi Pemerintah Daerah.
“Sepanjang Pemerintah Pusat atau Presiden tidak mengkoreksi naik harga kual elpiji bersubsidi, maka harusnya Pemerintah Daerah tidak membuat keputusan yang berbeda dengan keputusan Pemerintah Pusat,” katanya, Sabtu (30/7/2022).
.
“Karena ini adalah bahan bakar yang disubsidi oleh negara sehingga kewenangan terkait harga jual merupakan kewenangan Pemerintah Pusat,” lanjutnya
Menurut Sofyano, adanya alasan bahwa HET Elpiji belum pernah dikoreksi juga tidak serta merta dapat dijadikan pertimbangan oleh Kepala Daerah untuk menaikan Harga Jual Elpiji 3 kg karena ini adalah barang yang disubsidi oleh Negara.

“Itu bukan alasan yang tepat, sebab jika terjadi masalah akibat naiknya harga jual elpiji 3 kg tersebut pasti akan berdampak terhadap Pemerintah Pusat,” pungkasnya.
Sebelumnya, sejumlah Kabupaten/Kota di Jawa Barat ditengarai telah menaikkan HET gas Elpiji 3 kilogram. Bahkan Bupati Bekasi pada bulan Januari lalu diam-diam telah menetapkan SK untuk menaikan HET Elpiji 3 kg dari Rp 16.000/tabung menjadi Rp 18.750/tabung, meskipun baru akan diberlakukan pada bulan Agustus nanti.
Sebelumnya, Walikota Bekasi juga sudah menaikkan HET elpiji 3 kg sesuai SK Walikota Bekasi Nomor 510/Kep.571/Disdahperin/XI/2021 tanggal 09 Nov 2021 yang ditandatangani oleh Walikota Bekasi Rahmat Effendi. Selain itu Bupati/Walikota se-Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) sejak bulan Juni juga telah mengeluarkan SK tentang persetujuan kenaikan HET gas Elpiji 3 kg sebesar Rp 19.000.(RaL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *