ads_hari_koperasi_indonesia_74

4 Usulan Sofyano Zakaria Untuk Mengatasi Kelangkaan Solar Subsidi

4 Usulan Sofyano Zakaria Untuk Mengatasi Kelangkaan Solar Subsidi

Jakarta, Hotfokus.com

Pengamat energi dan Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria memberikan 4 usulan kepada pemerintah, untuk mengatasi persoalan kekosongan solar subsidi di sejumlah SPBU di beberapa daerah. Usulan itu menurutnya lebih komprehensif untuk dilakukan, ketimbang hanya berkutat pada persoalan siapa yang bertanggung jawab atas kekosongan solar subsidi tersebut.

1. Tinjau Ulang Harga Solar Subsidi

Pemerintah disebut harus berani menaikkan harga solar subsidi yang perbedaan harganya dengan solar non subsidi saat ini terlalu jauh. Disparitas harga yang terlalu lebar inilah yang disebut Sofyano memicu minat publik untuk lebih memilih solar subsidi (B30) ketimbang solar non subsidi (Dex Lite, Pertamina Dex).

Rentang harga yang sangat lebar itu juga membuat solar subsidi jadi incaran untuk disalahgunakan atau diselewengkan peruntukannya.

“Idealnya rentang harga jual solar subsidi dengan solar non subsidi maksimal Rp.1.000/liter. Buat perbandingan harga solar subsidi saat ini Rp.5.150/liter sedang solar non subsidi Rp.9.500/liter,” demikian disampaikan Sofyano kepada awak media, Kamis (21/10/2021).

2. Libatkan Polisi Untuk Mengawasi Penyaluran Solar Subsidi

Sofyano juga menyoroti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki BPH migas untuk melakukan pengawasan terhadap distribusi solar subsidi. Untuk mengatasi hal itu, BPH Migas pun disarankan menggandeng pihak Kepolisian.

“Mengingat keterbatasan jumlah SDM pada BPH Migas untuk melakukan pengawasan khususnya terhadap distribusi solar subsidi seharusnya Pemerintah meminta agar pihak POLRI yang aktif melakukan pengawasan di lapangan,” sebut Sofyano.

3. Mengubah Pola Penyaluran Solar Subsidi

Sofyano mengatakan, kuota solar subsidi seharusnya tidak ditentukan berdasarkan per lembaga penyalur (SPBU) seperti yang berlaku saat ini oleh BPH Migas, namun kuota ditentukan per wilayah sehingga jika terjadi kekosongan solar subsidi pada SPBU-SPBU, pihak Pertamina Patra Niaga bisa melakukan kebijakan menambah kuota solar demi tetap terlayani nya kebutuhan solar oleh masyarakat.

Sofyano berpendapat, kekosongan solar yang terjadi kurang tepat jika disebut sebagai kelangkaan, sebab yang terjadi dan tentunya bisa dibuktikan adalah kekosongan solar subsidi pada beberapa SPBU pada beberapa Kabupaten/Kota tertentu  saja dan bukanlah terjadi di seluruh SPBU pada semua Kabupaten/Kota di provinsi.

“Logikanya, jika kekosongan solar subsidi terjadi pada seluruh SPBU yang ada pada seluruh Kabupaten/Kota di beberapa provinsi, tentu seluruh media dan elit politik dan elit masyarakat pasti sudah bersuara macam-macam,” tuturnya.

“Saya juga meyakini kekosongan solar subsidi di beberapa spbu tidaklah berarti bahwa stok bbm solar (B30) di negeri ini menipis atau bermasalah karena ini bisa dibuktikan dengan tidak terganggunya distribusi atau penjualan solar B30 buat keperluan Industri dan marines ( kapal kapal). Jika solar bermasalah tentu nya pihak industri dan pelayaran pasti sudah berteriak,” sambungnya.

4. BPH Migas Harus Terbuka Soal Kuota Solar Subsidi

Sofyano mengatakan, agar permasalahan kekosongan solar yang terjadi tidak dipolitisir, di dramatisir pihak tertentu, maka pihak Pertamina dan juga BPH Migas sebaiknya menyampaikan ke publik, SPBU mana saja yang sempat alami kekosongan solar subsidi dan apa penyebabnya. Keterbukaan informasi BBM subsidi jadi kunci.

“Bukankah Pertamina sudah lakukan program digitalisasi juga pada SPBU, tentunya masalah kekosongan SPBU sangat mudah dan cepat bisa diketahui terjadinya dan apa penyebabnya dengan digitalisasi yang ada,” tuturnya. (SNU)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *