Jakarta, hotfokus.com
Pengurangan belanja modal PT Pertamina (Persero) hingga Rp 80 triliun dalam tahun 2021 ditengarai menjadi penyebab berkurangnya kemampuan BUMN tersebut dalam menyediakan Solar.
Menurut Pengamat Ekonomi AEPI, Salamuddin Daeng, hal ini merupakan implikasi dari Sub Holding Pertamina yang konon diarahkan bagi penghematan belanja modal perusahaan dan sekaligus mencari sumber pendanaan melalui IPO.
“Sub holding di Pertamina juga membuat koordinasi di dalam BUMN Pertamina semakin sulit, jalur komando, pembagian tugas di antara anak perusahaan, koordinasi, kokompakan menjadi sangat lemah,” kata Salamuddin kepada Hotfokus.com, Selasa (19/10/2021).
“Pejabat Pertamina akan malu-malu kucing memberi perintah. Sementara pejabat Sub Holding akan sungkan koordinasi ke Pertamina karena takut sewa aset dimahalin oleh induk holding,” tambah dia.
Ia juga menilai, bahwa pemisahaan aset operasional di dalam Pertamina menjadi sangat tidak jelas, apalagi Patra Naga sendiri tidak memiliki uang.
“Bagiamana Patra Niaga membelanjakan uang yang bukan miliknya sendiri. Bagaimana pula Patra Niaga membeli Solar dengan memilih sumber yang paling murah, apakah membeli ke kilang atau impor dari Singapura saja yang lebih murah,” tanya Salamuddin.
Hal lain yang juga akan menyulitkan Patra Niaga adalah bagaimana mencari tambahan kuota Solar. Pasalnya kuota BBM ditetapkan oleh Menteri ESDM, BPH Migas dan melalui APBN. Sementara Patra Niaga sendiri bukan BUMN.
“Jadi statemen Patra Niaga yang mengatakan bahwa kuota tidak akan cukup sampai akhir tahun harus diapresiasi oleh penanggung jawab Sub Holding untuk memberikan jalan keluar,” tukasnya.
Bagaimana barang bersubsidi atau Solar Subsidi dikelola oleh Patra Niaga yang notabene bukan BUMN. Kalaupun mereka mengambil inisiatif sendiri untuk menambah pasokan melebihi kuota yang akan berimplikasi pada meningkatnya subsidi, maka hal tersebut merupakan tindakan korupsi.
Lebih jauh ia mengatakan bahwa kelangkaan Solar dan BBM akan terus berlangsung dalam beberapa waktu ke depan karena tidak mungkin bagi Patra Niaga sebagai Sub Holding memiliki kemampuan keuangan untuk membeli BBM.
“Sebagai Sub Holding Pertamina tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk membeli BBM. Dari mana uangnya? Siapa yang mau kasih uang? Bank, holding atau pemegang saham?,” tanya dia
Masih menurut Salamuddin, Patra Niaga juga tidak akan mungkin dapat bersaing di masa mendatang dengan pemasok swasta yang dapat membeli BBM dengan memilih sumber yang murah. Sementara Patra Niaga sendiri harus membeli dari kilang Pertamina yang mahal.
“Bagaimana pula mengukur insider trading menyangkut belanja crude, penyertaan induk, pengalihan aset, sewa menyewa gedung dan peralatan. Sub holding akan membuka peluang pejabat induk dan sub holding wara wiri ke KPK atau Bareskrim setiap hari,” tandasnya.
Salamuddin juga menilai, bahwa kebakaran dan ledakan 4 kilang Pertamina yakni Kilang Balikpapan, Kilang Balongam, Kilang Cilacap dan Kilang Plaju beberapa waktu lalu ada dampakmya bagi kemampuan Pertamina dalam menyediakan BBM.
“Kebakaran kilang ditenggarai sebagai dampak langsung dan tidak langsung dari amburadulnya organisasi perusahaan akibat Sub Holding,” tutup Salamuddin.(RAL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *