Jakarta, hotfokus.com
Koalisi Moratorium Sawit bersepakat bahwa Inpres Moratorium Sawit patut untuk diperpanjang dan diperkuat. Dalam inpres moratorium sawit, dimandatkan sejumlah hal berkenaan dengan peningkatan produktivitas sawit. Namun tiga tahun adalah waktu yang sangat singkat dalam menata perkebunan sawit, terutama untuk petani.
Achmad Surambo, Deputi Direktur Sawit Watch mengatakan angka produktivitas petani sawit Indonesia masih tergolong rendah, berada pada kisaran 12-14 ton TBS/Ha/tahun. Banyak faktor yang melatarbelakanginya, misalnya rantai suplai terlalu panjang, kualitas dan asal bibit yang digunakan, ketiadaan akses pupuk yang tepat, minim modal dan kurangnya pengetahuan budidaya.
“Hal lain yang juga berpengaruh yaitu soal realisasi replanting (peremajaan) perkebunan sawit rakyat yang masih jauh dari target yang ditetapkan yaitu seluas 180.000 Ha/tahun,” kata Achmad dalam sebuah diskusi virtual dengan tema ‘Peningkatan Produktivitas Petani Sawit Melalui Perpanjangan Moratorium Sawit, Dapatkah Terwujud?’, dikutip, Jumat (27/08).
Sementara Sekretaris Jendral Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menyampaikan bahwa asosiasi petani sawit telah mengirimkan surat kepada Presiden yang isinya agar Presiden melanjutkan Inpres Moratorium Sawit. Salah satu dasar pertimbangannya adalah rantai pasok yang masih panjang.
“Inpres ini telah berjalan beberapa tahun namun masih belum ada perbaikan di sisi rantai pasok petani. Jalurnya masih panjang dan petani masih menjual ke tengkulak. Dampak rantai pasok yang panjang ini menyebabkan petani sawit mendapatkan harga yang illegal (tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah). Selain itu, belum ada penyelesaian kebun-kebun sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan. Produktivitas para petani sawit juga masih rendah,” papar dia.
Menurut dia, salah satu poin penting dari moratorium sawit adalah peningkatan produktivitas petani sehingga dapat meningkatkan income petani sawit. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan.
“Moratorium sawit harus diperpanjang dengan catatan bahwa tidak boleh lagi ada izin baru baik di provinsi ataupun di kabupaten. Karena posisi sekarang kita sudah over produksi sebesar 5 juta ton,” tukasnya.
“Kalau ada penambahan luas perkebunan maka ini akan berdampak pada harga sawit dan kepedulian pemilik konsesi untuk menyejahteraankan petani sawit di sekitar konsesinya,” tambah Darto.
Sulistyanto dari Direktorat Monitoring, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hadir dalam webinar ini menanggapi bahwa terkait dengan inpres moratorium dan peningkatan produktivitas sawit rakyat, telah banyak kebijakan dan program yang mendorong ke arah tersebut.
“Namun juga muncul berbagai persoalan, seperti kasus korupsi dan penyalahgunaan dana yang marak terjadi. Terkait dengan produktivitas sawit rakyat, secara faktual bisa jadi lebih kecil angkanya karena secara data saat ini masih belum diketahui secara tepat luasan sawit Indonesia,” paparnya.
Sulistyanto juga menyoroti tentang keberpihakan negara terhadap petani rakyat, karena akan percuma jika banyak kebijakan yang dikeluarkan tetapi enforcenya tidak jalan, karena lagi-lagi masyarakat yang akan dirugikan.
“Data formal perijinan ada sekitar 14 juta hektare, dan data tutupan sawit mencapai 16 juta hektare,” kata dia.
“Soal evaluasi perizinan, juga tidak cukup terdengar bagaimana perkembangannya, sehingga perlu dipertanyakan, bagaimanakah sistem kerja, dan laporan pertanggungjawabannya dari tim kerja pelaksanaan kebijakan inpres moratorium sawit,” pungkasnya.(SA/RIF)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *