ads_hari_koperasi_indonesia_74

Soal PGN vs DJP, Anggota Komisi VII Minta Kepentingan Rakyat Didahulukan

Soal PGN vs DJP, Anggota Komisi VII Minta Kepentingan Rakyat Didahulukan

Jakarta, Hotfokus.com

Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi PKS, Saadiah Uluputy menyesalkan terjadinya permasalahan sengketa pajak antara PGN dengan Ditjen Pajak (DJP) yang berujung pada keputusan Mahkamah Agung (MA). Seharusnya, permasalahan ini bisa diselesaikan melalui duduk bersama dan mengedepankan kepentingan rakyat diatas segalanya.

“Ini harus dicari solusinya. Kalau kita berharap ada percepatan pembangunan jaringan gas, kita berharap kalau itu untuk kepentingan masyarakat langsung, dorongan kita adalah agar pembangunan nya saja dulu yang di push agar segera selesai. Untuk urusan pajak bisa dibicarakan,” ujar Saadiah kepada Hotfokus.com, saat dihubungi pada Jumat (26/2/2021).

Menurut Saadiah, kedua pihak harus bijaksana dalam melihat duduk persoalan ini. PGN sendiri, kata dia, memang peranannya sangat penting saat ini, utamanya untuk ketahanan energi Indonesia melalui percepatan jaringan gas, hingga perkembangan sektor industri melalui penyediaan gas murah.

“Kami mengharapkan  PGN bisa diberikan kemudahan, karena ini untuk infrastruktur. Jangan sampai karena harus ada tekanan harus bayar denda pajak dan lain-lain, bisa jadi mempengaruhi pembangunan. Itu dorongan dari Komisi VII,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam surat penjelasan ke Bursa Efek Indonesia tertanggal 30 Desember 2020, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan kronologi sengketa pajak tersebut. Pada awalnya PGN memiliki perkara hukum yaitu sengketa pajak dengan DJP atas transaksi Tahun Pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan Laporan Keuangan Perseroan per 31 Desember 2017.

Sengketa itu berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (PMK) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi.

Per Juni 1998 PGN menetapkan harga gas dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 disebabkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang Rp terhadap dolar AS, yang sebelumnya harga gas dalam Rp/M3 saja.

Terkait hal ini, DJP berpendapat porsi harga Rp/M3 tersebut sebagai penggantian jasa distribusi yang dikenai PPN, sedangkan PGN berpendapat harga dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 merupakan satu kesatuan harga gas yang tidak dikenai PPN.

DJP lalu menerbitkan 24 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total nilai sebesar Rp 4,15 Triliun untuk 24 masa pajak. PGN juga tercatat ada sengketa pajak lain selama periode tahun 2012-2013 melalui penerbitan 25 SKPKB dengan total nilai sebesar Rp 2,22 miliar.

PGN lalu mengajukan upaya hukum keberatan dan DJP menolaknya. Berikutnya PGN mengajukan upaya hukum banding lewat pengadilan pajak dan dikabulkan.

Selanjutnya, DJP mengajukan upaya hukum peninjauan kembali ke MA. MA lalu memutuskan permohonan PK oleh DJP dikabulkan dengan nilai sengketa Rp 3,06 triliun. Atas keputusan ini, PGN menyebutkan punya potensi kewajiban bayar pokok sengketa pajak ditambah denda. (SNU/RIF)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *