Tokyo, Hotfokus.com
Harga minyak melesat ke level tertinggi dalam lebih dari setahun terakhir pada Senin, terimbas adanya ketegangan di wilayah penghasil minyak, kawasan Timur Tengah. Diketahui, koalisi pimpinan Saudi di Yaman menyatakan bahwa pihaknya mencegat pesawat tak berawak bermuatan bahan peledak yang ditembakkan oleh kelompok Houthi. Hal ini yang kemudian meningkatkan kekhawatiran dan ketegangan baru di Timur Tengah.
Harapan untuk lebih banyak stimulus Amerika dan pelonggaran penguncian virus corona membantu mendukung reli tersebut, setelah harga melonjak sekitar 5 persen pekan lalu.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, melejit 71 sen, atau 1,14 persen, menjadi USD 63,14 per barel pada pukul 07.35 WIB, setelah melambung ke posisi USD 63,44 per barel, level tertinggi sejak 22 Januari 2020, demikian dikutip dari laporan Reuters, di Tokyo, Senin (15/2/2021).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), meningkat 97 sen, atau 1,63 persen menjadi USD 60,44 per barel. WTI menyentuh level tertinggi sejak 8 Januari tahun lalu, yakni USD 60,77 per barel, di awal sesi.
Dalam pertempuran di Yaman, Minggu malam, koalisi pimpinan Arab Saudi mencegat dan menghancurkan pesawat tak berawak bermuatan bahan peledak yang ditembakkan kelompok Houthi yang beraliansi dengan Iran menuju kerajaan tersebut, TV pemerintah melaporkan.
“Lonjakan awal di pasar minyak dipicu oleh berita tersebut,” kata Kazuhiko Saito, Kepala Analis Fujitomi Co.
“Tetapi reli itu juga didorong oleh meningkatnya harapan bahwa stimulus Amerika dan pelonggaran lockdown akan mendongkrak ekonomi serta permintaan bahan bakar,” ujar dia, sambil menambahkan WTI bisa tertekan kembali oleh aksi ambil untung setelah menembus level kunci USD 60 per barel.
Presiden Joe Biden mendorong pencapaian legislatif besar pertamanya, Jumat, beralih ke kelompok bipartisan pejabat lokal untuk membantu meloloskan rencana paket stimulus virus korona senilai USD 1,9 triliun.
Harga minyak menguat selama beberapa pekan terakhir juga karena pasokan semakin ketat, sebagian besar disebabkan pengurangan produksi dari Organisasi Negara Eksportir Minyak ( OPEC ) dan produsen sekutu dalam kelompok OPEC Plus. (SNU/RIF)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *