Jakarta, Hotfokus.com
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahean berpendapat, pembahasan ulang terkait kontrak gas LNG antara Pertamina dengan Republik Mozambik tidak menyalahi prosedur dan sesuai dengan Undang-Undang.
Menurut Ferdinand, revisi kontrak itu mutlak harus dilakukan jika Pertamina menemukan adanya ketidaksesuaian dengan kondisi terkini. Bahkan menurutnya, adalah sesuatu yang salah jika Pertamina tidak berbuat apa-apa.
“Ini mutlak harus dilakukan (revisi). Justru jika tidak dilakukan, kita mutlak curiga bahwa ini ada permainan disini. Evaluasi dan negosiasi ulang kontrak ini justru menunjukkan bahwa tidak ada permainan antara direksi sekarang dengan pihak Mozambik,” ujar Ferdinand kepada Hotfokus.com, Senin (15/2/2021).
Ferdinand sebagai pemerhati migas, justru menunggu bagaimana langkah selanjutnya yang akan dilakukan Pertamina dalam masalah ini. Sebab, ia Mandang bahwa keputusan untuk nego ulang dan revisi kontrak ini adalah langkah yang tepat, untuk menghindari kerugian bagi Pertamina dan potensi kerugian negara.
“Ini langkah tepat, kita dukung Pertamina untuk melakukan evaluasi ini dan jita lihat hasilnya nanti seperti spa. Kita harap evaluasi ini menghasilkan kata sepakat, sehingga impor LNG Mozambik terhadap Indonesia ini akan menyesuaikan negara gas kita dan menyesuaikan dengan kebutuhan kita,” pungkasnya.
Sementara itu, pakar hukum bisnis Universitas Trisakti Ary Zulfikar sebelumnya juga menyampaikan dukungan terhadap direksi Pertamina yang sudah melakukan prinsip kehati-hatian, terutama dalam masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan turun tajam.
“Review tersebut tepat, karena sudah memenuhi unsur kehati-hatian terutama saat pandemi,” katanya.
Menurut Ary, sesuai pasal 97 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan, dalam hal ini wajib melakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Dalam UU tersebut juga dijelaskan, yang dimaksud dengan penuh tanggung jawab, yaitu memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Dengan demikian, lanjutnya, sudah menjadi tugas direksi untuk menjalankan prinsip kehati-hatian.
“Jadi, kalau ada transaksi-transaksi yang ditengarai berpotensi merugikan, apalagi kondisi pandemi sekarang, maka sudah tugas direksi melakukan review terhadap transaksi yang dilakukan perseroan dan dalam melakukan analisis perlu juga dilihat perjanjian yang pernah dibuat,” tuturnya.
Sebaliknya, tambah Ary, jika direksi tidak melakukan prinsip kehati-hatian, justru harus mempertanggungjawabkan pada akhir tahun kepada komisaris dan pemegang saham. (SNU/RIF)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *