Ambon, hotfokus.com
Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon, Adolf Aponno mengungkapkan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) lahan milik x hotel Anggrek seluas 14.266 M2 yang diklaim dimiliki oleh PLN Maluku dan Maluku Utara, ternyata sudah habis masa berlaku alias kadaluarsa sejak tahun 2016.
Dikutip dari Siwalimanews, Kamis (28/2021), Aponno mengungkapkan bahwa SHGB Nomor 78 itu telah berakhir masa berlakunya sejak 12 November 2016.
PLN disebutnya berusaha untuk memperpanjang kembali SHGB tersebut, namun BPN tidak mau memberikan perpanjangan lantaran lahan eks Hotel Anggrek tersebut sudah dieksekusi pada 2011 lalu.
“Di kami itu ada tercatat dengan nomor 78, hanya saja cuman jangka waktunya berakhir 2016. Luasnya cuma 29 meter persegi. Jadi SHGB itu berakhir 12 November 2016 sesuai ketentuan sebelum berakhir dua tahun harus diperpanjang. Nah, sekarang PLN ajukan permohonan perpanjangan kami tidak bisa memprosesnya,” jelas Aponno, Rabu (27/1/2021).
Dikatakan, ahli waris lahan eks Hotel Anggrek sudah memasukan surat ke BPN dan menjelaskan kedudukan lahan itu. Sehingga BPN tidak memproses permohonannya Jadi sertifikatnya ada tapi haknya sudah berakhir.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki pihak PT PLN Maluku-Malut diatas lahan eks Hotel Anggrek, patut dipertanyakan. Pasalnya, lahan eks Hotel Anggrek sudah dieksekusi berdasarkan keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap pada 2011 yang lalu. Kini, PLN mengklaim memiliki SHGB tersebut diduga kuat telah berkonspirasi dengan BPN Maluku.
Kasus kepemilikan SHGB diatas lahan seluas 14.266 M2 itu bukan baru kali ini diklaim milik PLN. Perusahaan Daerah Panca Karya pernah juga mengklaim memiliki SHGB atas lahan milik ahli waris janda Anthonetta Muskita/Natary tersebut.
Lantaran menggunakan dokumen palsu, ahli waris yang sah proses hukum pihak Panca Karya hingga akhirnya mantan Direktur Utama Panca Karya, Yopie Huwae dijebloskan ke penjara berikut mantan Kepala BPN Kota Ambon, Alexius Anaktototy juga dijebloskan ke penjara.
Kepemilikan SHGB lahan eks Hotel Anggrek yang diklaim milik Panca Karya secara perdata maupun pidana gugur demi hukum. Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Ambon, dimana putusan perkara perdata No 103/pdt.G/2012/PN.AB jo No 12/pdt/2014/PT.Amb jo No 3055 K/pdt/2014 jo No 828 PK/Pdt/2017.
Sedangkan putusan pidana yang yang menyeret mantan Direktur Utama Panca Karya, Yopie Huwae dengan putusan No 21 Pid. B/2019/PN.Amb dan mantan Kepala BPN Kota Ambon, Alexius Anaktototy sudah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan pidana No 139/Pid.B/2014/PN.Amb.
Kuasa Hukum ahli waris eks lahan Hotel Anggrek, Elizabeth Tutupary pun sebelumnya telah mempertanyakan dasar kepemilikan SHGB milik PLN atas lahan yang berada di wilayah Dusun Dati Sopiamaluang, Kecamatan Sirimau Kota Ambon itu.
“Jika gardu hubung tersebut memiliki sertifikat, maka patut dipertanyakan dasar kepemilikan apa yang dipunyai oleh PLN,” ujar Elizabeth.
Dikatakan Elizabeth, SHGB milik PLN itu bermasalah secara hukum, sebab jika ditilik dari kasus PD Panca Karya, dimana lokasi tersebut merupakan lokasi yang sama dengan gardu milik PLN tersebut.
“Dan patut dipertanyakan jika gardu hubung PLN memiliki sertifikat, berarti sertifikat tersebut berada didalam SHGB NO 99/1990 yang secara hukum PD Panca Karya telah kalah dalam proses peradilan dan sertifikat tersebut diterbitkan di atas lahan milik ahli waris yang telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan No 21/1950,” tegasnya.
Atas dasar hal itu, Elizabeth memastikan bahwa penguasaan PLN atas lahan tersebut, terlebih ketika PLN menggunakannya untukendirikan gardu hubung listrik A4 adalah tindakan ilegal dan cacat hukum.
“Iya benar, penguasaan lahan oleh PLN tersebut cacat hukum,” ujarnya kepada realita.news.
Sebelumnya Humas PLN Maluku-Malut, Ramli Malawat yang dikonfirmasi Siwalanews perihal SHGB membenarkan kalau pihaknya punya SHGB atas lahan eks Hotel Anggrek. Namun Malawat mengaku lupa nomor SHGB tersebut. “Iya benar kami punya SHGB atas lahan itu juga tapi maaf saya lupa nomor SHGB-nya,” jelas Malawat Rabu (20/1/2021).
Ia juga mengaku, terkait lahan eks Hotel Anggrek yang diatasnya berdiri Gardu PLN pihak ahli waris sudah melakukan pertemuan silaturahmi dengan PLN.
Inti dari pertemuan itu membahas soal keberadaan gardu PLN diatas lahan tersebut. “Jadi kami memang yang menginisiasi pertemuan dengan pihak ahli waris pertemuan itu sifatnya silaturahmi dan kami akan membahas keberadaan gardu PLN di atas lahan eks Hotel Anggrek itu dengan ahli waris secara kekeluargaan. Karena kami juga punya SHGB,” ungkap Malawat.
Sebagaimana diketahui, ahli waris keluarga Muskita/Lokollo yang merupakan pemilik sah atas sebidang tanah di wilayah Dusun Dati Sopiamaluang, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, hingga kini belum juga mendapatkan keadilan.
Ahli Waris pemilik lahan yakni Marthen Muskita, Daniel Lakollo dan Novita Muskita, sesuai dengan putusan pengadilan Ambon No.21/ 1950 tertanggal 25 Maret 1950, dinyatakan sebagai pemilik sah dari lahan yang diserobot PLN untuk pembangunan Gardu Hubung A4 sejak puluhan tahun lalu.
Pengadilan Ambon juga sudah mengeluarkan surat penetapan eksekusi No.21/1950 tertanggal 25 Maret 2011 dan berita acara pengosongan tertanggal 6 April 2011.
Namun hingga pertengahan 2018, gardu hubung A4 tersebut tak kunjung dipindahkan oleh PLN. Pihak Ahli Waris bahkan telah mengirimkan surat kepada pimpinan PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara pada 5 Desember 2018, dan surat tersebut juga telah ditanggapi pada 28 Maret 2019, yang intinya PLN menyanggupi untuk memindahkan gardu hubung tersebut.
Namun lagi-lagi, PLN meminta waktu, yang pada akhirnya hingga 2020 ini, PLN tak juga memindahkan gardu tersebut. Pihak Ahli Waris melalui Elizabeth kemudian memutuskan untuk berkirim surat kepada Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara melalui surat nomor 13/LO.ET/VII/2020 tertanggal 8 Juli 2020, untuk meminta bantuan pemindahan gardu hubung A4 tersebut. Surat itu bahkan telah ditanggapi oleh Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara, Indradi Setiawan yang pada intinya menyerahkan permasalahan tersebut kepada unit Maluku dan Maluku Utara untuk menyelesaikan.
Berkaca pada rumit dan berbelitnya kasus tersebut, ahli waris kemudian memutuskan untuk mengirim surat kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI H Moeldoko, untuk membantu proses mediasi agar pemindahan gardu tersebut bisa segera dilakukan.
Meski demikian, hingga saat ini pihak ahli waris masih menunggu jawaban selanjutnya dari surat tersebut. Ahli waris sendiri sebenarnya sudah memberikan tenggang waktu hingga 30 November 2020 kapada PLN untuk menyelesaikan pembongkaran gardu hubung A4 tersebut.
Jika hingga batas akhir yang diberikan, tidak juga diindahkan oleh PLN, maka ahli waris melalui kuasa hukum telah menyiapkan tindakan hukum selanjutnya.
“Deadline waktu sampai tanggal 30 November 2020, kalau pun belum dilaksanakan oleh pihak PLN, maka ahli waris akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang undangan, baik secara hukum pidana maupun hokum perdata,” tutur Elizabeth.
Elizabeth, atas kuasa dari ahli waris lahan bahkan telah mengadukan persoalan ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Elizabeth, menuturkan, pihaknya memutuskan untuk mengadukan permasalahan tersebut ke KPK karena surat ke Menteri BUMN dan Kepala KSP Moeldoko yang dikirimkan akhir tahun 2020 lalu, hingga kini belum juga mendapatkan tanggapan.
“(Surat) ke Kementrian (BUMN) dan KSP, belum dijawab surat kita,” ujar Elizabeth.
Selain itu, menurut Elizabeth, pengaduan masalah tersebut ke KPK juga didasari pada kunjungan Dirut PLN ke KPK yang melaporkan 92 ribu persil tanah aset negara yang telah berhasil diambil alih oleh PLN, dimana tanah- tanah tersebut semula dikuasai orang per orang.
“Berdasarkan pemberitaan Situseneegy.com tertanggal 15 Januari 2021 bahwa Direktur Utama PLN Pusat beserta jajaran menyambangi KPK untuk membahas terkait tata kelola aset dan nyampaikan bahwa PLN telah memiliki 92 ribu persil tanah dan sekitar 48 ribu diantaranya telah bersertifikat. Yang menjadi pertanyaan kami, apa SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) milik PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara termasuk dalam 48 ribu sertifikat tersebut? Jika iya, berarti di duga adanya korupsi dan pidana murni terhadap 2 SHGB dimaksud, ujar Elizabeth.
Elizabeth menambahkan, tujuan utama dari aduan ke KPK itu juga ingin melakukan klarifikasi kepada pihak KPK, apakah bidang tanah yang disengketakan dengan PLN itu termasuk kedalam bidang tanah yang sudah diklaim PLN merupakan aset negara yang berhasil diambil kembali oleh oleh perusahaan setrum itu.
“Sekali.lagi perlu kami tekankan bahwa tanah dimana berdirinya gardu hubung A4 dan bangunan PLN bukan tanah negara,” tegasnya. (SNU/RIF)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *