Jakarta, Hotfokus.com
Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) memandang, rontoknya bisnis ritel yang dialami oleh PT Hero Supermarket, Tbk (HERO) sepanjang tahun 2018 lalu yang ditandai penutupan toko di Jawa dan Sumatera dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dianggap karena pertumbuhan konsumsi pada tahun lalu tercatat rendah.
Ekonom INDEF, Bima Yudhistira mengatakan industri ritel tahun 2018 tercatat tumbuh rendah karena konsumsi rata – rata hanya bergerak di level 5 persen atau stagnan.
Harga komoditas perkebunan yang rontok, juga mempengaruhi daya beli masyarakat di Jawa dan luar Jawa, meksipun inflasi hanya 3,1 persen, faktanya masyarakat tetap menahan belanja.
“Ada pemilu juga yang bikin masyarakat khawatir gaduh. Ini terutama kondisi kelas menengah perkotaan. Sementara bunga kredit makin mahal, jadi mau belanja pakai kartu kredit masyarakat berpikir berulang kali. Belum cicilan rumah dan kendaraan bermotor jadi naik. Alokasi untuk beli kebutuhan pokok di supermarket berkurang,” papar Bima ketika dihubungi, Minggu (13/01/19).
Menurut Bima, rontoknya industri ritel seperti HERO, dianggap tidak relevan ketika yang disalahkan ecommerce karena porsi industri tersebut baru sekitar 1-2% dari total ritel.
“Barang yang dijual diecommerce 70% lebih adalah fashion sementara yang dijual di supermarket adalah FMCG, jadi marketnya pun berbeda,” jelas Bima.(SA)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *