ads_hari_koperasi_indonesia_74

Diduga Dana Ribuan Triliun Asal Indonesia Mengendap di Swiss

Diduga Dana  Ribuan Triliun Asal Indonesia Mengendap di Swiss

JAKARTA — Pendanaan uang segar untuk membangun Indonesia akan segera terwujud kembali.

Pemerintah Indonesia dan Swiss sudah mengadakan perundingan ekonomi yang saling menguntungkan. Dalam perundingan tersebut disepakati membekukan dan menyita dana para pelaku kejahatan, termasuk koruptor di kedua negara.

Dalam perjanjian kesepakatan kedua pemerintah adalah mengembalikan aset pelaku kejahatan kerah putih kepada negara Indonesia dan Negara Swiss.

Diperkirakan ada 84 WNI memiliki rekening gendut di bank Swiss. Nilainya mencapai kurang lebih US$ 195 miliar atau sekitar Rp 2.535 triliun (kurs Rp 13.000 per US$). Jauh di atas belanja negara dalam APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7.

Pemerintah Indonesia melakukan negosiasi Mutual Legal Assignment (MLA). Pada April nanti tahap pertama negosiasi MLA akan dilaksanakan.

Perjanjian ini sangat penting khususnya bagi Indonesia. Sebab, dengan perjanjian ini harta dan aset para pelaku kejahatan yang dilarikan ke Swiss bisa disita untuk negara.

Bagi Indonesia persetujuan itu menjadi dasar menyita, membekukan, dan mengembalikan aset para pelaku kriminal.

Kerjasama ini juga akan menjadi sinyal bagi dunia internasional bahwa Indonesia dan Swiss memiliki komitmen kuat dalam menanggulangi kejahatan lintas negara.

Selain membahas MLA, juga dibahas soal penguatan kerjasama bilateral dan ekonomi kedua negara, termasuk salah satunya adalah peningkatan ekspor kakao ke Swiss.

Swiss sering diasumsikan sebagai salah satu negara tempat aman menyimpan aset hasil kejahatan dari negara lain, termasuk Indonesia. Asumsi itu kini patut dipertanyakan karena Indonesia dan Swiss sudah mencapai kata sepakat tentang bantuan hukum timbale balik.

Kedua negara telah menyepakati Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance Treaty) pada akhir Agustus lalu. Ada sejumlah materi yang telah disepakati dalam proses perundingan perwakilan kedua negara. Perjanjian MLA ini diyakini menguntungkan bagi Indonesia, terutama mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan yang ingin menyembunyikan hasil kejahatannya ke luar negeri.

Dengan perjanjian MLA ini Indonesia-Swiss bisa saling bertukar informasi mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan orang tertentu dan berkaitan dengan kedua negara.

Dengan perjanjian itu pula, ada solusi terhadap masalah yurisdiksi dalam penegakan hukum. Aparat penegak hukum Indonesia semakin mudah mengakses informasi tentang pelarian aset hasil kejahatan ke Swiss.

Dalam MLA disebutkan Indonesia dapat meminta bantuan Swiss untuk melakukan upaya paksa terhadap pelaku kejahatan seperti penggeledahan, pemblokiran rekening, atau membuka rekening bank terduga. Untuk upaya non paksa lainnya, Indonesia juga dapat meminta data daftar perusahaan yang diduga terkait dengan pencucian uang. Namun perlu dicatat kerjasama ini tidak mencakup ekstradisi dan hukuman badan terhadap pelaku tindak pidana.

Ada 11 poin kerjasama yang telah disepakati. MLA meliputi tindakan membantu menghadirkan saksi; meminta dokumen, rekaman, dan bukti; penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengembalian aset; menyediakan informasi berkaitan dengan suatu tindak pidana; mencari keberadaan seseorang dan asetnya; mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya, termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut. Selain itu, melacak, membekukan, menyita hasil dan alat yang digunakan dalam melakukan tindak pidana; meminta dokumen yang berkaitan dengan suatu tindak pidana; melakukan penahanan terhadap seseorang untuk diinterogasi dan konfrontasi (dengan saksi/alat bukti lain); memanggil saksi dan ahli untuk memberikan pernyataan; serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan.

Banyak pihak berharap perjanjian MLA ini bisa dimanfaatkan aparat penegak hukum Indonesia sebaik-baiknya. Apalagi proses menuju kesepakatan kedua negara sudah memakan waktu lama, sejak 2008 silam. Setelah beberapa kali pertemuan bilateral, akhirnya Swiss menyetujui adanya bantuan timbal balik dalam masalah pidana.

Selain dengan Swiss, pemerintah juga sudah lebih dulu melakukan perjanjian dengan negara Asia lain, seperti Hongkong, Iran, India dan China. Sedangkan kerjasama dengan Jepang dalam bentuk resiprositas. Ada satu kasus narkotika internasional yang terkait dengan negara Sakura tersebut. (ACB)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *