JAKARTA — M Kholid Syeirazi, Penulis Buku Tata Kelola Migas Merah Putih, mengkritik sikap Amien Rais sebagai politisi.
“Pak AR tidak pernah naik kelas jadi negarawan. Semakin sepuh, pernyataan-pernyataannya semakin terang menunjukkan beliau itu politisi tulen,” ujarnya.
Dia mengatakan, politisi junjungannya adalah kepentingan. “Kalau cocok, kawan. Kalau tidak, lawan. Tidak ada yang murni, tidak ada yang polos, termasuk kritik-kritiknya yang pedas belakangan terhadap Jokowi,” tegasnya.
Sebagai politisi, kritik-kritik Amien Rais dinilai tidak pernah benar-benar demi niat untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Sekarang beliau bilang Indonesia bangsa pekok karena UU Migas. Saya setuju, asal yang ngomong bukan Pak AR,” ujarnya.
Dia menegaskan, dirinya membuat tesis saat kuliah di UI soal lahirnya UU Migas No. 22/2001. “Jadi, sedikit banyak saya tahu lika-liku lahirnya UU itu. Kesimpulan saya, UU 22/2001 memang durhaka terhadap konstitusi,” kata Kholid.
Tesis itu telah dibukukan, diterbitkan LP3ES tahun 2009 dengan judul: Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas di Indonesia.
“Sekarang apa yang diperbuat AR, waktu itu Ketua MPR sekaligus Ketua Umum PAN.
Apakah dia menghalau pengesahan UU Migas dan memobilisasi anak buahnya yang waktu itu tergabung dalam Fraksi Reformasi,” paparnya.
Ada mekanisme legal yang dimiliki anggota dewan untuk menyatakan ketidaksetujuannya atas pengesahan UU, namanya Minderheidsnota.
Ini adalah nota keberatan, lambang ketidaksetujuan atas sebuah produk legislasi.
Kendatipun akhirnya disahkan oleh paripurna, karena disetujui mayoritas, anggota dewan secara perorangan bisa menyatakan tidak setuju alias keberatan.
Sebagai pertanggungjawab moral dan politis, dia bisa bilang tidak ikut tanggung jawab karena tidak setuju isinya. Nota keberatan itu terlampir dan melekat dalam risalah.
Ketika UU Migas disahkan, ada 12 orang yang Minderheidsnota.
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *