ads_hari_koperasi_indonesia_74

Wapres : Pelaku Kekerasan Atas Nama Agama Sebenarnya Tidak Paham Agama

Wapres : Pelaku Kekerasan Atas Nama Agama Sebenarnya Tidak Paham Agama

MAKASSAR — Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang sosiologi agama dari Universitas Islam Alauddin Makassar, Kamis (25/1). Dengan menerima gelar itu, secara keseluruhan Wapres telah menerima sepuluh gelar kehormatan serupa dari berbagai universitas di dalam maupun luar negeri.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Kajian Perdamaian: Perspektif Agama, Ekonomi, dan Politik” Wapres mengatakan, pelaku kekerasan atas nama agama bukanlah orang atau kelompok yang dikenal sebagai pengamal agama yang taat dan bahkan banyak di antara mereka tidak memahami agama dengan benar.

“Agama, atau ajaran tertentu dari agama, telah disalahartikan dan disalahgunakan (used and abused). Penyalahgunaan agama itu sering terkait dengan kepentingan politik, ekonomi, dan kontestasi lain di antara kelompok masyarakat atau komunitas berbeda,” tegas Wapres.

Menurutnya, justru ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi yang seringkali menjadi penyebab utama konflik. Oleh karena itu, ia menambahkan, pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan berimbang sangat penting dalam menciptakan perdamaian, kedamaian, dan harmoni.

“Perdamaian, kedamaian, dan harmoni menghadapi tantangan serius jika masih banyak warga atau kelompok masyarakat yang menganggur dan miskin sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari,” ujar Wapres.

Selain itu, lanjutnya, dinamika politik juga berpotensi memicu konflik, terlebih jika tidak ada pembagian kekuasaan yang adil (fair sharing).

“Jika proses politik yang ada menghasilkan ‘pemenang yang mengambil semua kekuasaan’ (winners take all), bisa dipastikan konflik dan kekerasan dapat muncul sewaktu-waktu, yang sering disebabkan pemicu (trigger) yang sering remeh temeh,” jelasnya.

Untuk itu, Wapres yang pada 2011 dinobatkan sebagai “Tokoh Perdamaian Dunia” oleh World Assembly Youth itu berpesan, pemenang dalam kontestasi politik harus menganut sikap inklusi politik, dengan menyertakan pihak yang kalah dalam kekuasaan.

Selain itu, tambahnya, dalam proses politik untuk memenangkan pemilu dan kekuasaan setiap elit dan partai politik seyogianya tidak menggunakan isu atau tema yang berpotensi memecah belah rakyat, seperti isu SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan).

Wapres lebih lanjut mengatakan, upaya menciptakan perdamaian adalah seni yang memerlukan ketekunan, kegigihan, dan keahlian. Menurutnya, berdasarkan pengalamannya dalam berbagai upaya menciptakan perdamaian, hal-hal berikut harus dimiliki oleh seorang mediator perdamaian, yaitu: memahami pihak-pihak yang bertikai, memperkuat keberanian moral, membangun sikap saling percaya, menyatukan pihak yang bertikai, membatasi keterpaparan informasi kepada publik, dan menjaga martabat masing-masing pihak yang bertikai.

Menutup pidato inagurasinya, Wapres menyerukan semua pihak untuk terus berupaya menjaga perdamaian dan kedamaian. “Penciptaan perdamaian bukanlah tugas mudah. Oleh karena itu, kita perlu memperkuat komitmen kita pada perdamaian, kedamaian, dan harmoni sehingga kita dapat memiliki dunia yang lebih damai dan lebih baik,” pungkasnya. (kn)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *