JAKARTA — Setidaknya terdapat tiga potensi konflik yang dapat terjadi dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun ini. Anggota Komisi II DPR RI, Hetifah Sjaifudin, menyebut ketiga potensi adalah jumlah pemilih yang sangat banyak, penyelenggara pesta demokrasi yang mendekati habis masa jabatan, dan anggaran besar yang rawan disalahgunakan.
“Kondisi ini tentu rawan konflik, sehingga menuntut jumlah personel keamanan yang besar pula. Apalagi, pengaruh Pilkada di Jakarta tahun lalu masih cukup kuat,” jelas Hetifah melalui rilis, Senin (8/1).
Masa jabatan yang hampir habis pada penyelenggara Pilkada menurut politisi Golkar itu rawan dimanfaatkan sehingga berpotensi menimbulkan kecurangan oleh peserta Pilkada.
Tanpa merinci bentuk kecurangan yang dimaksudnya, Hetifah melanjutkan, penyelenggara Pemilu diharapkan dapat bekerjasama dengan aparat keamanan. Kerja sama itu diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam hal pencetakan kertas suara hingga pendistribusian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa melibatkan Polri dan TNI untuk pengamanan.
“Pasal 82 misalnya, UU Pilkada mengamanatkan adanya kerjasama penyelenggara Pemilu dengan aparat keamanan dalam mengawal proses pencetakan kertas suara hingga pendistribusian ke TPS-TPS,” imbuhnya.
Hetifah juga turut mengajak seluruh komponen masyarakat untuk membantu mengawal jalannya Pilkada 2018 yang demokratis. “Agar Pilkada berjalan dengan aman dan lancar,” tandas politisi asal dapil Kalimantan Timur itu. (kn)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *