JAKARTA — Kalau setiap meme harus diadili, pengadilan bisa kewalahan, karena jumlah meme sangat banyak. Karena itu Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, meme tentang Setya Novanto tidak perlu diproses hukum.
“Kalau semua meme itu harus diadili, capek nanti pengadilan, karena begitu banyak, itu semacam karikatur,” kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/11).
Sebagaimana diketahui, Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan pembuat meme ke Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik serta penghinaan melalui media sosial.
Berdasar laporan itu polisi menangkap Dyaan Kemala Arrizqi. Dia dianggap penyebar meme yang dituduh menghina dan mencemarkan nama baik Setya Novano melalui media sosial. Ketua DPR RI itu juga melaporkan 32 akun di Facebook dengan tuduhan serupa.
Sementara itu, Damar Juniarto Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) mengatakan, menyebarkan satir bukanlah tindak kriminal.
“Sejak kapan sebarkan humor bisa dipenjara?” tanya Damar dalam petisi berjudul “Segera Cabut Aduan dan Hentikan Kasus Penyebar meme Setnov” di laman change.org. Sebanyak 53.385 netizen mendukung petisi itu hingga Rabu (8/11) pukul 13.24 Wib.
Semula, kata Damar, Setya Novanto ingin melaporkan 300 akun medsos yang dinilai menghina dirinya melalui meme di media sosial. Dari jumlah itu akhirnya disaring menjadi 32 akun, meliputi 15 akun Twitter, 9 akun Instagram, dan 8 akun Facebook.
Menurut Damar, meme adalah candaan gaya media sosial sehingga tidak layak untuk dipenjarakan.
Sebelum itu, organisasi sayap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yakni Banteng Muda Indonesia (BMI) meminta agar Bareskrim Polri menghentikan kasus meme yang dilaporkan Setya Novanto.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum BMI, Ridwan Darmawan, dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (5/11), juga minta agar polisi membatalkan status tersangka terhadap Dyann Kemala Arrizqi.
Menurutnya, kritik masyarakat melalui meme terhadap Setya Novanto merupakan bagian dari partisipasi masyarakat terhadap penegakan hukum melalui kreativitas mengemukakan pendapat menggunakan kemajuan teknologi informasi.
“Ekspresi yang divisualisasikan dalam meme yang menyebar di media sosial adalah gambaran kekecewaan publik atas perilaku elite dalam memegang amanah jabatan publik serta ‘mega drama’ sakit kronis ketika menghadapi hukum,” ujarnya.
Kreativitas yang sangat maju saat ini, lanjut Ridwan, menuntut Polri harus berpikir maju dan modern serta meninggalkan cara berpikir konvensional ketika berhadapan dengan teknologi informasi yang semakin canggih. Apalagi, menurut dia, meme bermuatan kritik dimaksudkan untuk perbaikan penegakan hukum dan perbaikan terhadap perilaku pejabat.
Jika polisi terlampau aktif menindak kreativitas dalam bentuk kritik semacam itu, maka polisi akan kehabisan energi hanya untuk mengurus jutaan meme yang selalu berseliweran di media sosial. “Sementara kritik itu sendiri bagian dari hak dan kewajiban masyarakat dalam membantu penegak hukum memperbaiki proses penegakan hukum,” ucap Ridwan. (kn)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *