JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan seharusnya PT Panca Buana Cahaya Sukses (PT PBCS) tidak mendapatkan izin HO (Hinder Ordonantie) sehingga dapat beroperasi di dekat permukiman masyarakat, apa lagi berdekatan pula dengan SMP Negeri 1 Kosambi.
Pabrik kembang api milik PT PBCS mengalami kebakaran hebat beberapa waktu lalu dan menewaskan 49 pekerjanya. Pabrik itu berada di Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.
“Izin gangguan atau izin HO (Hinder Ordonantie) sudah dikeluarkan. Jika melihat UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, memang boleh dilakukan usaha asal tidak mengganggu fungsi hunian. Tapi di kawasan itu ada sekolah, seharusnya izin tidak bisa diberikan, karena itu tidak sesuai dengan UU itu,” kata Okky dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (31/10). RDP mengupas permasalahan seputar terbakarnya pabrik kembang api milik PT PBCS.
Sedianya RDP menghadirkan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Karena Menteri tidak hadir, rapat dilanjutkan dengan Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kementerian Tenaga Kerja Maruli Hasoloan. Hadir juga Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Dewas BPJS Kesehatan, Dewas BPJS Ketenagakerjaan, Bupati Tangerang, Kepala Badan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi Banten, Kepala Daerah Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten, Kadisnaker Kabupaten Tangerang, Camat Kosambi, hingga Kepala Desa Belimbing.
Menurut politisi PPP itu, pemberian izin HO kepada PT PBCS merupakan pelanggaran terhadap UU Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hal itu senada dengan pandangan Irgan Chairul, wakil rakyat lainnya. Menurutnya, izin HO diberikan kepada PT PBCS pada tahun 2016. Padahal SMP Negeri 1 Kosambi sudah ada sejak tahun 1985.
“Kenapa izin itu itu bisa diberikan oleh Pemerintah Provinsi Banten, padahal sudah ada permukiman di situ, walaupun di situ merupakan Kawasan Pengembangan Indusri atau Pergudangan, tapi jelas apa yang kita lihat, bahwa produksi perusahaan itu merupakan kategori berbahaya,” kata Irgan yang juga politisi PPP.
Menanggapi para wakil rakyat, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Provinsi Banten Al Hamidi membeberkan sejumlah pelanggaran PT PBCS.
“Terhadap BPJS Ketenagakerjaan, baru 27 yang diikutsertakan BPJS Ketenagakerjaan. Dari 103 hanya 27 pegawai,” papar Hamidi.
Al Hamidi juga menyebut pabrik nahas itu belum menerapkan standar kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan memperkerjakan tenaga kerja di bawah umur.
“Perusahaan melanggar ketentuan terkait pembayaran upah minimum. Ada PHL dan memperkerjakan pekerja di bawah upah mininum. Pelanggaran ini sering dilakukan khususnya perusahaan baru berdiri,” tandasnya. (kn)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *