Jakarta, hotfokus.com
Pengamat Energi dari Universitas Indonesia, Prof.Dr.Iwa Garniwa menilai, upaya Pemerintah melalui Kementerian ESDM dibantu PT PLN (persero) dan Kementerian Desa Tertinggal untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional sepertinya tidak terkoordinasi dengan baik.
“Selain itu, konsep melistriki juga masih dengan cara konvensional yang membutuhkan biaya tinggi. Jadi menurut saya perlu ada terobosan baru untuk melistriki desa atau warga yang belum mendapatkan listrik,” kata Iwa saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (23/10).
Menurut dia, jika dibanding dengan masyarakat yang saat ini sudah menikmati listrik maka angka 12.000 desa itu memang tidak seberapa. “Tetapi mereka punya hak yang sama dengan warga lain untuk mendapatkan listrik,” ujarnya.
Prof Iwa juga tidak begitu yakin dengan klaim Menteri ESDM, Ignasius Jonan yang menyebutkan bahwa rasio elektrifikasi nasional saat ini sudah mencapai angka 93,08%. Karena harus dilihat apakah program melistriki desa itu berkelanjutan atau tidak.
“Memang yang mempunyai data tentang rasio elektrifikasi adalah Pemerintah, tetapi saya tidak begitu yakin dengan angka tersebut. Karena harus dilihat apakah program melistriki desa tersebut berkelanjutan atau tidak,” tukasnya.
Artinya, lanjut dia, rasio elektrifikasi itu tidak hanya memasang listrik dengan berbagai sumber saja, tetapi berapa jumlah masyarakat Indonesia yang sudah menikmati listrik secara kontinyu atau berlanjut dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut.
“yang saya tau dari beberapa informasi, program melistriki desa banyak yang gagal menjaga kesinambungan. Sehingga masyarakat atau desa dimaksud tidak bisa dianggap sudah memenuhi rasio elektrifikasi,” pungkas Iwa Garniwa.
Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria mengungkapkan, bahwa di Provinsi Kalimantan Barat saat ini masih terdapat sekitar 452 desa yang belum teraliri listrik. “Listrik masih merupakan impian bagi rakyat di 452 desa di Kalimantan Barat,” ungkap Sofyano di Jakarta, Senin (23/10) pagi.
Menurut dia, jumlah desa yang ada di Kalimantan Barat mencapai 2.381 desa. Dengan demikian ada sekitar 19 persen desa yang belum menikmati listrik di Kalimantan Barat. “Adanya desa yang belum memiliki listrik dan atau hanya menikmati listrik pada malam hari saja di Kalimantan Barat, menjadi aneh dan memalukan, karena Kalimatan Barat adalah wilayah NKRI yang berbatasan langsung dengan dua negara lain yakni Malaysia dan Brunai,” papar Sofyano.
Ia mengatakan, kondisi ini sangat memalukan bagi bangsa ini karena Kalimantan Barat bertetangga langsung dengan Malaysia dan Brunai yang kehidupan rakyatnya terang benderang berlimpah listrik. “Secara psikologis dan politis ini memalukan buat kita,” lanjut putra Kalimantan Barat yang telah berdomisili di Jakarta ini.
Ia menambahkan, mestinya Pemerintah dan PLN memanfaatkan pengusaha daerah Kalimantan Barat yang punya kemampuan finansial untuk membangun pembangkit listrik kapasitas kecil di setiap desa.
“Pengusaha daerah banyak yang mampu dan mau menyediakan pembangkit listrik tenaga diesel yang khusus dioperasikan di setiap desa. Harusnya Pemerintah dan PLN jeli melihat peluang ini, paling tidak bisa untuk solusi jangka pendek” tambah Sofyano yang juga dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini.(ral)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *