Jakarta, hotfokus.com
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara menyayangkan rencana pemerintah yang akan segera menerbitkan peraturan untuk merestui transfer 39% saham Pertamina di Blok Mahakam kepada Total Prancis.
Pasalnya, dengan turunnya volume saham yang dimiliki Pertamina, maka semakin kecil pula prospek besarnya keuntungan yang akan diperoleh Pertamina (rakyat!) dari pengelolaan dan pemilikan saham oleh Pertamina di Blok Mahakam.
“Oleh sebab itu, IRESS menyatakan penolakan atas rencana Kementerian ESDM tersebut, dan meminta publik untuk ikut menuntut agar rencana peningkatan pemilikan saham oleh Total tersebut dibatalkan,” kata Marwan dalam keterangan persnya yang diterima hotfokus.com di Jakarta, Senin (11/9).
Menurut Marwan, selama ini Total bersikap arogan dan tidak pernah menyatakan minat atas penawaran 30% saham oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Sebaliknya perusahaan asal Prancis terebut terus memaksa untuk memiliki saham hingga 39% juga tetap ingin menjadi pengelola/operator Blok Mahakam pasca 2017.
Sampai-sampai, kata dia, CEO Total, Patrick Pouyanne, datang ke Jakarta pada 7 April 2017 yang lalu, karena adanya “sinyal” dari pejabat negara yang akan memenuhi permintaan Total. Menteri ESDM Ignatius Jonan pernah mengatakan akan memberi kesempatan kepada Total untuk memiliki 39% saham dan menjadi operator Mahakam pasca 2017 (Senipah, Kaltim,13/3/2017).
“Tapi karena adanya keberatan berbagai pihak, protes sejumlah kalangan dan telah terbitnya surat penawaran resmi dari Sudirman Said pada 2016, Kementerian akhirnya urung memenuhi permintaan Patrick Pouyanne pada April 2017. Namun setelah 5 bulan berlalu, Kementerian ESDM justru berubah menjadi “murah hati” dan berencana memenuhi permintaan Total,” ketusnya.
“Kita pantas mempertanyakan motif dibalik perubahan sikap ini. Kita pun menuntut agar pengalihan saham Blok Mahakam dilakukan sesuai dengan konstitusi dan kepentingan ketahanan energi nasional. Kita harus menjaga martabat dan harga diri bangsa, dan tidak lagi mengidap penyakit inlander dan bermental budak,” tambah Marwan.
Pihaknya memahami bahwa Total memang akan membayar “nilai tertentu yang wajar” melalui kesepakatan “B to B” kepada Pertamina atas akuisisi 39% saham tersebut. Namun jika nilai akuisisi saham ditetapkan tanpa melalui perhitungan yang wajar, transparan dan melibatkan “lembaga penilai” independen, maka adanya praktik suap-menyuap dan KKN cukup potensial terjadi. “Untuk itu kita minta jaminan Pemerintah dan KPK agar praktik busuk tersebut tidak akan pernah terjadi,” tukasnya.(ral)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *