Oleh: Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia dan Lembaga Bantuan Hukum Nelayan Indonesia
Indonesia memiliki banyak wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang luas dan bermakna strategis sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional.
Selain memiliki nilai ekonomis, sumber daya kelautan juga mempunyai nilai ekologis, di samping itu, kondisi geografis Indonesia terletak pada geopolitis yang strategis, yakni antara lautan Pasifik dan lautan Hindia yang merupakan kawasan paling dinamis dalam arus percaturan politik, pertahanan, dan kemanan dunia.
Kondisi geo-ekonomi dan geo-politik tersebut menjadikan sektor kelautan sebagai sektor yang penting dalam pembangunan nasional.
Makassar kaya akan potensi perikanan yang harus dikelola dan dikembangkan secara maksimal. Hasilnya akan berdampak pada peningkatan keaejahteraan warga khususnya nelayan.
Apalagi jika berhasil mengekspornya bukan hanya dalam bentuk ikan segar namun ikan olahan. Nilai ekonominya akan semakin tinggi.
Potensi hasil tangkapan nelayan dihitung dari banyak TPI di Makassar sebesar 18.000 ton sementara produksi perikanan lautnya mencapai 12.731 ton dengan nilai produksi Rp 445.949.000.000. Jumlah nelayan Makassar sebanyak 11.497 orang dengan alat tangkap sejumlah 4.934 unit.
Kelompok budidaya perikanan yang jumlahnya sebanyak 73 kelompok, perikanan tangkap 140 kelompok, pengolah hasil perikanan 66 kelompok, dan pemasar ikan sebanyak 93 kelompok.
Selain itu, ada juga budidaya air payau dengan jumlah Rumah Tangga Produksi (RTP) sebanyak 577 yang mengelola areal seluas 995 ha. Realisasi produksi budidaya tambak 538 ton dengan nilai produksi Rp 30.260.000.000.
Selain itu, kelompok budidaya air tawar dengan jumlah RTP sebanyak 451 yang mengelola lahan seluas 3.5 ha dengan realisasi produksi 707.6 ton senilai dengan Rp 11.121.750.000.
Dari hasil penelusuran itu, menunjukkan potensi perikanan Makassar sangatlah besar dan tergantung cara untuk memanfaatkannya.
Namun, anehnya ketika saya datang ke TPI dan pelabuhan baru yang berumur satu tahun lalu di bangun oleh Jokowi terlihat nelayan dan masyarakat umumnya enggan untuk melaut.
Rasa malas melaut ini bukan semata-mata mereka tidak mau, tetapi nelayan tidak mau memiliki menteri seperti Susi Pudjiastuti. Alasan mereka diungkapkan ketika diwawancara, jawaban tersebut saya dapatkan dari sala satu nelayan yang muak dengan kinerja Susi Pudjiastuti karena dianggap merusak pola nelayan yang selama ini mereka yakini bagus. Niat memodernkan nelayan tak kunjung berhasil karena nelayan tidak mau menerima apapun peraturan yang keluar dari Susi Pudjiastuti.
Mereka mengatakan begini, bahwa saya nelayan lebih memilih menjadi tukang ojek dan buruh harian daripada melaut mencari ikan karena polair hobi tangkap nelayan kecil saja.” Ungkap Burhanudin Salim (48) tahun di TPI Rajawali Kota Makassar.
Lanjutnya, nelayan bukannya tidak mau melaut dan mencari ikan, sekarang ada pergantian alat tangkap yang justru tidak ramah lingkungan yakni Gilnet. Tantangan terberat nelayan juga uang sakunya bisa habis untuk menyetor kepada oknum pejabat KKP RI yang tidak bertanggung jawab, hanya sekedar syarat berlayar dan syarat operasional maupun aturan SIPI dan SIKPI”, ungkap Burhanudin Salim, salah seorang menemani saya keliling TPI Rajawali Makassar.
Menurutnya, pada 10 – 20 tahun belakang ini nelayan tidak bisa lagi berdaulat mencari ikan dan hasil laut karena harga sewa alat tangkap dan perahu semakin mahal sehingga nelayan harus berpikir dua kali untuk melaut.
Ada terjadi pertukaran tempat pencaharian ikan di kawasan Spermonde, khususnya di beberapa pulau kecil Makassar dan pulau terluar Kabupaten Pangkep. Bahkan ada nelayan Kabupaten Bone ditangkap polisi Australia karena jelajahnya yang sudah tidak seperti dahulu untuk memenuhi permintaan pasar.
Maka, oleh sebab itu perikanan tangkap potensi Indonesia sangat melimpah sehingga dapat diharapkan menjadi sektor unggulan perekonomian nasional.
Untuk itu potensi tersebut harus dimanfaatkan secara optimal dan lestari, tugas ini merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan pengusaha guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan penerimaan negara yang mengarah pada kesejahteraan rakyat.
Data Food Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa pada tahun 2009, populasi penduduk dunia diperkirakan mencapai 6,8 miliar jiwa dengan tingkat penyediaan ikan untuk konsumsi sebesar 17,2 kg/kapita/tahun.
Pada tahun yang sama, tingkat penyediaan ikan untuk konsumsi Indonesia jauh melebihi angka masyarakat dunia, yaitu sebesar 30kg/kapita/tahun (KKP, 2009). Perlu diketahui bahwa tren laju pertumbuhan penduduk dunia menuntut peningkatan produksi ikan.
Peluang pengembangan usaha perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat tinggi. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai USD 82 miliar per tahun.
Potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia sebesar 6,5 juta ton per tahun tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia.
Dari seluruh potensi sumber daya tersebut, guna menjaga keberlanjutan stok ikan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton per tahun.
Volume dan nilai produksi untuk setiap komoditas unggulan perikanan budidaya dari tahun 2010-2014 mengalami kenaikan, terdiri dari: (1) Udang mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 14,03%; (2) Kerapu mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 9,61%; (3) Bandeng mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 10,45%; (4) Patin mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 30,73%; (5) Nila mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 19,03%; (6) Ikan Mas mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 14,44%; (7) Lele mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 26,43%; (8) Gurame mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 17,70%; dan (9) Rumput Laut mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 27,72%.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, pembangunan dilaksanakan dengan mengedepankan peran ekonomi kelautan dan sinergitas pembangunan kelautan nasional dengan sasaran termanfaatkannya sumber daya kelautan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.
Terwujudnya tol laut dalam upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut serta meningkatkan konektivitas laut. Terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya hayati laut; danTerwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) kelautan yang berkualitas dan meningkatnya wawasan dan budidaya bahari, terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.
Sebagai pelaksanaan dari sasaran RPJMN tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Renstranya tahun 2015-2019 menyebutkan bahwa tercapainya kesuksesan pembangunan Indonesia sebagai negara maritim tercermin pada optimalnya pengelolaan ruang laut, konservasi, dan keanekaragaman hayati laut.
Keberlanjutan usaha perikanan tangkap dan budidaya sehingga bisa tingkatkan daya saing dan sistem logistik hasil kelautan dan perikanan. Hal ini sudah tentu membutuhkan pengawasan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Yang sangat dibutuhkan adalah kapasitas SDM, pemberdayaan masyarakat, dan inovasi IPTEK kelautan dan perikanan. Hal ini untuk mendukung berkembangnya sistem karantina ikan, pengendalian mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
Namun, beberapa harapan diatas yang tertuang dalam RPJMN 2015 – 2019 menjadi gagal adanya, karena terhalangi oleh berbagai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang tidak mendukung poros maritim, seperti;
1. Permen-KP No. 10 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia;
2. Permen KP Nomor 04 Tahun 2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan di WPP 714 (Laut Belanda);
3. Permen KP Nomor 02 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPP Negara Republik Indonesia;
4. Permen KP Nomor 01 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp);
5. Permen KP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP Negara Republik Indonesia;
6. Permen KP Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP Negara Republik Indonesia;
7. Surat Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.622.MEN/KP/XI/2014 tentang Permohonan Kepada Seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengelola sumberdaya secara berkelanjutan; dan Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan;
Dari kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut memberikan dampak negatif terhadap masa depan nelayan dan masyarakat umumnya.
Di beberapa daerah, terjadi penolakan terhadap permen-permen yang dibuat Susi pudjiastuti karena dianggap tidak memberikan kemudahan pada nelayan.
Selain itu, produksi disejumlah perikanan Samudera turun 6,17% dan di Pelabuhan Perikanan turun 15,21%. Sementara produktivitas penangkapan menurun untuk ukuran kapal <10 GT (2,10%), 10 – <30 GT (60,1%), dan 30 – 100 GT (71,8%); Peningkatan pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) di sekitar TPI Makassar sebesar 62%;
Bila dibandingkan pada tahun 2015 bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan mencapai 8,64% (triwulan I 2015) yang dalam skala ekonomi sebesar Rp.67,08 triliun; Indonesia mendapat bebas bea masuk produk perikanan ke Amerika Serikat; Nilai ekspor mencapai USD906,77 juta pada kuartal I 2015; Diperolehnya dukungan dari negara sahabat maupun CSO Internasional berupa bantuan teknis untuk peningkatan kapasitas, kelembagaan, dan SDM kelautan dan perikanan; danAkan dilakukan Deklarasi Bersama Indonesia – Republica Democratica de Timor Leste – Papua Nugini – Australia – Fiji untuk memerangi Illegal Fishing.
Akan tetapi, sekarang PDB Indonesia disektor kelautan dan perikanan hanya berkisar 0,1% sesuai dengan kisaran dan besaran pajak yang ditetapkan pemerintah, sebagaimana data yang tercatat di Penyertaan Modal Asing.
Namun demikian ada hal yang harus diperhatikan guna meningkatkan keberlanjutan usaha perikanan tangkap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 3 yang mengamanatkan agar pemanfaatan sumber daya kelautan dilakukan secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang dan pada Pasal 59 mengarahkan agar pemanfaatan sumber daya kelautan ini dilakukan dengan mengedepankan penegakan kedaulatan dan hukum diperairan Indonesia, dasar laut, dan tanah dibawahnya.
Dengan tujuan tersebut, bukanlah Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan yang sangat ugal-ugalan tanpa pertimbangkan aspek kemanfaatannya.
Sekarang, dari sejumlah peraturan Susi Pudjiastuti tak ada yang bisa diandalkan, malah menghancurkan dunia perikanan. Inilah yang saya sebut ajang kematian perikanan Indonesia[]
Sumber Foto : www.samawarea.com
*hotfokus.com adalah media online bagi masyarakat umum. Bagi pembaca/netter yang ingin berbagi informasi/berita/artikel/opini/pendapat/ide atau gagasan melalui hotfokus dapat mengirimkan tulisannya melalui email : redaksi@hotfokus. Setiap tulisan yang terbit di hotfokus menjadi tanggung jawab dari Penulis.
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *