Oleh : Ferdinan Hutahean
Mencengangkan apa yang terjadi kemarin pada saat Komisioner KPK dipimpin ketuanya Agus Rahardjo menyambangi BPK dan diterima oleh ketua BPK Harry Azzar beserta jajarannya.
Pertemuan tertutup pun dilakukan oleh dua lembaga yang satu adalah lembaga yang lahir dari rahim Konstitusi yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan satu lagi lembaga adhock yang bersifat sementara yang lahir dari rahim Undang-undang dan dipaksa lahir untuk memberi cap buruk kepada Polri dan Kejaksaan, lembaga penegakan hukum yang sudah ada sejak lama namun dianggap bobrok kinerjanya sehingga KPK perlu dipaksa lahir sebagai produk reformasi yang gelap.
Tentu ada yang bertanya, mengapa mencengangkan? Jawabannya adalah karena KPK terlihat sangat aktif dan mati- matian bekerja menyelamatkan Ahok sang gubernur DKI yang duduk sebagai Gubernur karena hibah dari Jokowi yang terpilih menjadi presiden.
Adalah Ahok yang menjadi topik pembahasan dalam pertemuan tertutup itu, sebuah pertemuan yang tentu bersifat rahasia isi pembicaraannya dan harus menutupi sesuatu makanya dilakukan tertutup. Mengapa tidak dilakukan terbuka saja pertemuan itu supaya publik tau apa yang terjadi? Tentu ini akan menambah daftar panjang kebingunan kita melihat perjalanan bangsa ini.
Ahok adalah topik pembicaraan, bukan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Andai topiknya adalah penegakan hukum kasus RS Sumber Waras sudah tentu KPK tidak akan mendatangi BPK, akan tetapi memanggil BPK untuk diperiksa seperti kasus-kasus lain yang diproses KPK.
Namun karena topiknya adalah Ahok (menyelamatkan Ahok) maka KPK harus rela melakukan apapun dan mendatangi BPK. Maka atas hasil pertemuan tertutup itu, lahirlah sebuah kesepakatan bersama yang memuakkan rasa keadilan hukum.
Yang pertama, kesepakatan bahwa KPK dan BPK akan saling menghormati kewenangan lembaga, artinya BPK harus menghormati KPK yang tidak mau menaikkan status Ahok dari terperiksa menjadi tersangka, dan KPK juga akan menghormati BPK meski hasil auditnya diabaikan dan tidak ditindak lanjuti secara hukum. Damai dibumi untuk selamatkan posisi Ahok.
Yang kedua, adanya penggiringan opini bahwa Pemda DKI cukup membayar ganti rugi senilai Rp.191 M maka selesailah segala perkara dalam kasus tersebut. Sungguh beruntung Ahok punya lembaga pembela sekelas KPK, hanya mengembalikan kerugian negara maka selamatlah Ahok dari jerat hukum. Sungguh sebuah settingan operasi untuk selamatkan Ahok yang disiapkan oleh oligarki untuk jadi penguasa republik ini dimasa datang.
Melihat proses yang terjadi kemarin, hampir dapat dipastikan bahwa ada sebuah kekuatan besar dari kekuasaan yang memaksa KPK mendatangi BPK dengan tujuan selamatkan Ahok.
Dan langkah taktis yang dilakukan untuk mengembalikan kerugian negara otomatis menyelamatkan juga KPK dan BPK. KPK tidak bisa lagi dipidana karena melakukan perbuatan melawan hukum, dan BPK selamat rekomendasinya ditindak lanjuti dengan pengembalian kerugian negara, maka auditornya tidak bisa lagi disebut bodoh atau dituduh mencemarkan nama baik Ahok. Permainan yang cantik dari KPK, BPK dan AHOK.
Sambil menyiram toilet yang saya duduki dari tadi, saya sambil senyum membayangkan bahwa yang saya siram didalam toilet itu ada KPK, BPK dan Ahok. Semoga para tersangka dan terpidana korupsi lain beramai ramai mengembalikan kerugian negara yang dituduhkan KPK supaya mereka semua bebas, dan tentu kita ucapkan selamat datang kepada era penegakan hukum tidak waras.
Jakarta, 21 Juni 2016
Tulisan ini ingin saya persembahkan sebagai hadiah Ulang Tahun presiden Joko Widodo hari ini. Selamat Ulang Tahun Presiden..!!
Sumber Image : www.kompas.com
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *