ads_hari_koperasi_indonesia_74

Rakyat Lebih Butuh Stabilitasi Harga BBM Bukan Ketidak Pastian Turun Naiknya Harga.

Rakyat Lebih Butuh Stabilitasi Harga BBM  Bukan Ketidak Pastian Turun Naiknya Harga.

Rakyat Lebih Butuh Stabilitasi Harga BBM
Bukan Ketidak Pastian Turun Naiknya Harga.

Oleh:
Sofyano Zakaria
Pengamat Energi
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik
PUSKEPI.

Ditengah “kemelut” turunnya harga minyak dunia, ternyata membawa dampak buruk pula terhadap keuangan negara negara besar penghasil minyak dunia.

Venezuela dan juga arab saudi misalnya, negara yg dikenal sebagai salah satu negara  penghasil dan pengeksport minyak terbesar, karena bermasalah dengan fiskal negaranya, ternyata telah menaikan harga jual bbm nya ke masyarakat. Venezuela malah menaikan harga nya sebesar 6000persen dari harga jual sebelumnya sementara arab saudi menaikan sebesar 40persen.

Ini pertanda bahwa negara kaya sekalipun yang jumlah rakyat tidak sebanyak Indonesia mengalami kesulitan fiskal dan harus berani mengambil kebijakan menaikan harga jual bbm ke rakyat.

Indonesia sebagai negara yang jumlah penduduknya terbilang luar biasa banyak, ditambah dengan jumlah kendaraan yang terbilang banyak dan terus bertambah, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa indonesia adalah negara pengimport minyak yang sekitar 50persen minyak nya dibeli dari luar negeri, sudah barang tentu pasti bermasalah dengan fiskal dan atau keuangan negara.

SKK migas sudah resmi mengumumkan ke publik bahwa utk tahun 2015, biaya produksi minyak negeri ini (baca lifting) mengalami‎ kerugian ratusan juta dollar.
Artinya cost recovery untuk memproduksi minyak mentah lebih tinggi dibanding harga jualnya.

Harga minyak dunia memang telah terbukti turun, tetapi jika kita memonitor data harga minyak dari hari ke hari, ternyata harga minyak dunia tidak selalu turun terus menerus.
Angka harga minyak terbaca bergerak turun dan naik walau kenaikannya tidak drastis.

Artinya, hal tersebut harus disikapi dengan bijak dan cerdas oleh pemerintah yang berkuasa dinegeri ini saat ini agar kebijakan yang dibuat tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

Artinya penentuan harga jual bbm tidak selalu harus menggunakan pendekatan ekonomi saja perlu adanya pricing policy yang mengacu kepada kebijakan energi nasional yang rasional dan “membumi” sejiwa dengan keadaan dan kebutuhan bangsa ini.

Sikap yang bijak dari pemerintah dalam menyikapi anomalinya harga minyak dunia, harusnya dengan berupaya menentukan harga jual bbm dalam posisi yang stabil.
Stabilitasi harga akan memberikan kepastian kepada rakyat dan khususnya kepada pelaku pasar yang merupakan elemen utama dari perekonomian negeri ini. Stabilitas dalam hal apapun adalah filusufi dasar yang harus diutamakan dalam membuat kebijakan.

Pemerintah harus memiliki data yang valid yang berasal dari survey yang akurat yang bisa digunakan dalam melahirkan penetapan terkait kebijakan harga bbm.
Pemerintah tidak harus larut dalam tuntutan segelintir masyarakat yang “berkemampuan” bersuara karena “suara” itu perlu dibuktikan merupakan suara orang banyak.

Pemerintah harus yakin, misalnya  jika ada desakan ‎agar harga bbm dinegeri ini diturunkan apakah ini akan berdampak besar terhadap daya beli masyarakat atau seharusnya ini dikaitkan dengan inflasi. Apakah jika harga bbm diturunkan otomatis hal itu akan menurunkan tingkat inflasi. Inflasi harus selalu menjadi tolok ukur dalam perekonomian dan kebijakan yang akan dilakukan.

Demikian juga jika Pemerintah akan menaikan harga jual bbm, maka acuan utamanya yang harus diperhatikan Pemerintah adalah kenaikan itu apakah akan meningkatkan inflasi. Berapa besar kenaikan inflasi tersebtut.

Rakyat negeri ini sudah membuktikan bahwa harga bbm pernah diturunkan oleh Pemerintah, namun ternyata penurunan harga bbm tersebut tidak serta merta membuat turunnya harga harga bahan pokok juga tarif transportasi darat. Contoh lain yang jadi perhatian publik pula ahkan ketika harga avtur yang notabenenya adalah bbm non subsidi juga turun harganya, ternyata juga tidak membuat tarif penerbangan ikut turun.
Padahal menteri perhubungan negeri ini pernah teriak teriak mengeluhkan mahalnya harga jual avtur yang ditetapkan bumn Pertamina.

Artinya, sepanjang Pemerintah tidak memiliki “kekuasaan dan kemampuan” dalam mengendalikan harga-harga komoditas lain katakanlah harga sembako dan tarif angkutan yang terkait erat dengan kewenangan pemerintah, maka turunnya harga BBM hanya memberi dampak dan “menguntungkan” hanya terhadap golongan dan pihak tertentu saja bukan terhadap masyarakat banyak. Bukan terhadap seluruh rakyat!

Pemeriintah harus menyadari, ketika menurunkan harga bbm bisa dipastikan tidak akan menuai reaksi dan protes. Tetapi, ketika pemerintah membuat kebijakan menaikan harga bbm sekecil apapun, pasti serta merta menuai reaksi dan protes keras walau publik nyaris mahfum bahwa protes itu terkadang disuarakan oleh pihak pihak tertentu saja yang biasanya selalu ingin bersuara lain .

Sebaliknya ketika harga diturunkan dan publik juga berharap harga harga komoditas lainnya (baca sembako dan tarif angkutan) ikut turun, maka khususnya bagi pihak yang diuntungkan dengan turunnya harga bbm tersebut dengan keras  akan bereaksi dengan segala argumentasi bahwa penurunan harga bbm tidak ada pengaruhnya dengan harga harga komoditas lain sehingga mereka tidak akan menyikapi turunnya harga bbm dengan menurunkan harga dari bisnis yang ia geluti.

Pemerintah harusnya lebih bersikap bijak dengan tetap menjaga stabilitas harga. Naik atau turunnya harga bbm pasti akan menimbulkan dampak.

Ke- stabil-an harga bbm lebih banyak manfaatnya ketimbang membuat kebijakan yang hanya menimbulkan unstability dan hal ini akan lebih banyak mudharatnya.

Jakarta, 17Maret 2016
Sofyano Zakaria..

Sumber Foto : www.jurnaljakarta.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *