INDRAMAYU – DARI kejauhan tampak sebuah sebuah menara menjulang ke atas. Menonjol melebihi pemandangan lainnya di ujung cakrawala. Bagi mereka yang melihat pemandangan itu akan mengetahui, Pulau Biawak sudah di depan mata.
Menara itu sesungguhnya adalah sebuah mercusuar yang menjadi penanda Pulau Biawak di Kabupaten Indramayu itu. Didirikan semenjak tahun 1872 oleh ZM Willem, menara tersebut telah memberikan navigasi bagi para pelaut yang sedang mengarungi Laut Jawa, khususnya yang hendak melewati pulau tersebut.
Dikutip dari PR Online, Selasa (8/3/2016), banyaknya karang di sekitar Pulau Biawak membuat pelayaran membahayakan bila tidak diberikan rambu-rambu peringatan seperti mercusuar.
Semakin mendekat ke Pulau Biawak, tampak sebuah jembatan menjulur dari bibir pulau. Jembatan tersebut merupakan akses penghubung bagi pengunjung yang menaiki perahu agar bisa sampai ke pulau. Perahu memang tidak bisa menepi terlalu dekat ke bibir pantai Pulau Biawak, karena terlalu dangkal, dan terdapat banyak terumbu karang.
Bila melihat dari atas, akan terlihat degradasi warna antara perairan di dekat bibir pantai dengan warna perairan di laut lepas. Degradasi warna itu menunjukkan perbedaan kedalaman perairan antara wilayah bibir pantai dengan lautan lepas.
Bila air di dekat bibir pantai berwarna biru muda, sedangkan warna air di laut lepas adalah biru tua. Degradasi warna tersebut memunculkan kesan keindahan bila dilihat secara keseluruhan.
Dalam perjalanan ke pulau itu beberapa bulan lalu, tampak bagian depan jembatan itu sudah ambruk. Di Google, bebera situs web masih memperlihatkan gambar yang menunjukkan bagian depan jembatan yang dilengkapi gapura sebagai penanda gerbang masuk menuju Pulau Biawak. Namun, kini gapura itu sudah tidak ada.
Nelayan bersama rombongan pengunjung lainnya melepaskan jangkar perahunya di samping jembatan. Nelayan bernama Tashid itu kemudian memberitahukan kepada rombongan agar turun ke perairan yang dangkal terlebih dahulu untuk kemudian berjalan menyamping di sisi jembatan.
Saat itu rombongan diajak memutar untuk bisa naik ke tangga jembatan yang tersedia di bagian sisinya. Tidak langsung menepi di bagian depan jembatan yang sudah roboh tersebut.
Saat berjalan menuju tangga jembatan itu, kedalaman air cukup dangkal. Batas air hanya sampai ke lutut. Selama berjalan, bisa terlihat gugusan karang yang terdapat di dalam airnya. Berjalan pun harus berhati-hati bila kaki tidak ingin terantuk oleh gugusan karang.
Saat sudah melewati jembatan dan mencapai bibir pantai, suasana sejuk yang diciptakan oleh rimbunnya pohonan bakau menyapa. Bibir pantai utama Pulau Biawak sebenarnya kecil. Sebagian besarnya ditumbuhi tanaman bakau, seperti mangrove.
Bila berjalan lebih masuk lagi ke dalam, sesekali terlihat biawak yang lewat. Selain mercusuar setinggi 65 meter itu, biawak pun menjadi penanda lainnya yang membuat pulau ini terkenal.
Biasanya, biawak akan berdatangan bila tercium bau makanan, khususnya ikan. Coba saja memasak ikan di bibir pantai, tidak beberapa lama kemudian, biawak pasti akan bermunculan dari kedalaman hutan.
Biawak memang menjadi hewan endemik di pulau ini. Sebelum bernama Pulau Biawak, pulau ini sempat dinamakan Pulau Rakit. Namun demikian, nama itu diubah Pemkab Indramayu menjadi Pulau Biawak untuk menandakan banyaknya biawak yang hidup di pulau ini. Biasanya, setiap sore atau pagi, dapat dilihat juga biawak yang menyelam di wilayah pantai untuk mencari ikan.
(amr)
Sumber : www.okezone.com | 08 Maret 2016
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *