Jakarta, hotfokus.com
Forum Aktifis Jakarta (FAJAR), Selasa (25/4) resmi bersurat kepada Presiden RI Joko Widodo melalui Pusat Layanan Informasi Publik Kementerian Sekretariat Negara terkait polemik kepemimpinan Alex J Sinaga selaku Direktur Utama PT Telkom.
Daeng Almakasari Anggota Presidium FAJAR mengatakan, isi surat kepada Jokowi tersebut berisi tentang keprihatinan terhadap kondisi perusahaan plat merah dibidang telekomunikasi yang semakin terpuruk sejak beberapa tahun di pimpin oleh Alex J Sinaga. Pasalnya, selain kinerja dan pelayanan Telkom menurun, harga saham perusahaan tersebut juga mengalami terjun bebas.
“Bagi kami, presiden Jokowi adalah harapan terakhir karena kepada siapa lagi kami bisa menempatkan harapan kecuali Bapak Presiden, ” harapnya.
Daeng menjelaskan, meski pihaknya bukan merupakan bagian dari perusahaan tersebut, akan tetapi ia mengaku terpanggil dan ingin memberikan masukan kepada pemerintah bahwa masyarakat juga punya hak untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahan milik negara.
“Perlu kami beri tahukan pada Bapak Presiden bahwa kami dari Forum Aktifis Jakarta (FAJAR) adalah kumpulan aktifis lintas zaman yang peduli pada kondisi berlangsungnya proses kenegaraan dan kebangsaan, ” katanya.
Melalui ini pihaknya juga bermaksud menyampaikan kepada Presiden, hasil diskusi Forum Aktifis Jakarta (FAJAR) yang telah diselenggarakan pada Minggu (22/4) lalu di Jakarta Pusat tentang evaluasi kondisi PT Telkom (Tbk).
“Kami berpandangan bahwa Telkom sebagai BUMN yang sangat strategis bagi negara karena posisinya mewakili negara dalam mengatur komunikasi dan layanan teknologi informasi bagi rakyat Indonesia,” tukasnya.
“Untuk itu kami mohon kepada bapak Presiden untuk memberikan perhatian dan atensi khusus pada Telkom di bawah pimpinan Alex J Sinaga, karena kebijakan-kebijakan manajemen PT Telkom saat ini di bawah pimpinan Alex J Sinaga mendapat penolakan yang luas dari masyarakat sehingga menimbulkan kegaduhan yang tentu saja berpengaruh pada kepercayaan pasar,” tambah dia.
Seperti diwartakan sebelumnya, hampir di setiap perusahaan yang dipimpin Alex J Sinaga, selalu muncul problem besar. Saat memimpin Telkom sebagai CEO, satelit Telkom-1 mengalami kerusakan permanen dan menjadi sampah antariksa.
Ratusan bahkan trilyunan rupiah kerugian dialami pelanggan, perusahaan, juga negara akibat tidak berfungsi normalnya layanan satelit Telkom mulai akhir Agustus 2017 selama lebih dari 1 bulan.
Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain karena manajemen Telkom saat ini telah gagal menetapkan skala prioritas. Pengerjaan satelit pengganti Telkom-1 baru dimulai 2016, lebih dari 2 tahun setelah masa operasi satelit Telkom-1 yang berakhir pada 2014.
Kedua, manajemen Telkom gagal menerapkan standar Quality of Service. Setelah secara sepihak menyatakan satelit Telkom-1 masih dapat beroperasi hingga 2019, manajemen Telkom tidak menyiapkan mitigasi resiko (backup) dengan menyewa dari operator satelit lain.
Suatu ironi manakala di satu sisi Alex menyatakan bahwa setelah 2014, Telkom hanya tinggal menangguk untung dari satelit Telkom-1, di sisi lain tidak menyediakan contingency plan.
Ketiga, Manajemen Telkom gagal menerapkan standar Keterbukaan Informasi Publik. Berapa banyak korporasi (bank, lembaga penyiaran), militer, juga instansi pemerintah yang menjadi pengguna satelit Telkom-1 memahami bahwa masa operasi satelit tersebut sampai 2014? Berapa banyak yang diberi tahu bahwa Telkom tidak menyediakan backup?
Keempat, yang lebih membuat miris, disinyalir manajemen Telkom tidak mematuhi peraturan perundangan-undangan tentang satelit. Jika ini benar terjadi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka Aparat Penegak Hukum termasuk Badan Inteljen Negara harus melakukan penyelidikan mendalam. Di samping menelan biaya sangat besar, fungsi satelit sangat strategis dan terkait erat dengan pertahanan dan keamanan negara.
Selain itu, sebelum menjabat sebagai CEO Telkom, Alex adalah CEO Telkomsel selama lebih kurang 2 tahun (2012-2014). Baru 4 bulan menjabat, tepatnya 14 September 2012, majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pailit kepada Telkomsel.
Putusan tersebut sempat mengguncang industri telekomunikasi nasional, karena Telkomsel adalah raksasa seluler terbesar. Meskipun akhirnya MA mengabulkan permohonan kasasi Telkomsel dan menolak peninjauan kembali yang diajukan PT Prima Jaya Informatika (penggugat pailit), tak ayal kasus tersebut menjadi perbincangan di masyarakat berbulan-bulan lamanya.
Problem besar lain terjadi saat Alex memimpin Telkom Metra, sebelum dipindah ke Telkomsel. Sebagai CEO Telkom Metra, Alex turut membidani konsorsium yang mengerjakan proyek MPLIK Kominfo bernilai ratusan milyar. Proyek tersebut pada akhirnya mangkrak dan tidak tsrdengar kabar kelanjutannya.
Jika ditelusuri, semua problem besar tersebut akar masalahnya adalah ketidakmampuan Alex mengelola sumber daya dan resiko. Management style yang diterapkan membuat banyak stafnya lebih suka menutupi “masalah” dari pada menyampaikannya untuk kemudian bersama-sama menyelesaikan sebelum “masalah” membesar dan terlambat.
Dari sisi kinerja, berdasarkan penjelasan para praktisi telekomunikasi, Telkom sangat beruntung telah diwarisi infrastruktur jaringan telekomunikasi yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke sejak lama, sehingga Telkom memiliki modal utama yang dibutuhkan operator telekomunikasi dalam berkompetisi, yaitu 3C (Coverage, Coverage, dan Coverage).
Jadi siapapun yang mendapat warisan coverage tersebut, pasti dapat menahkodai Telkom dengan baik tanpa harus melakukan berbagai manuver yang “nyeleneh.” Di samping itu, Telkom sangat didukung dan dilindungi oleh 2 Kementerian dalam berkompetisi, yaitu Kementerian BUMN selaku pemegang saham dan Kementerian Kominfo selaku kementerian teknis.(ral)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *