Jakarta, hotfokus.com
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap sebagian besar barang impor bajakan masuk Indonesia melalui impor biasa atau e-commerce dengan memanfaatkan gudang pusat logistik berikat (PLB).
“Untuk memberantasnya perlu ada sertifikat merek yang dipegang importir atau yang menjual barang impor yang tayang di halaman e-commerce,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).
Hal itu dikatakannya, menyusul isu terkait barang bajakan di Mangga Dua, Jakarta, yang disorot Amerika Serikat (AS) dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dibuat Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Karena itu, inisiatif Kemenperin memasukkan syarat sertifikat merek yang harus dimiliki importir ketika meminta rekomendasi impor. Ini tertuang
Peraturan Menteri Perindustrian No 5/2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki.
Sehingga, ia menjelaskan importir yang tidak memiliki sertifikat merek tak akan mendapat rekomendasi impor dari Kemenperin ketika mengimpor ketiga produk tersebut.
“Jadi importir nakal yang akan mengimpor tiga komoditas tersebut tak bisa membawa barang bajakannya masuk ke pasar domestik jika tak pegang sertifikat merek dari prinsipal,” tegasnya.
Namun sayangnya Permenperin No 5/2024 tersebut berumur pendek dan tak berlaku lagi karena adanya Permendag No 36/2024 sebagai dasar terbitnya regulasi tersebut tiba-tiba diubah dengan Permendag No 8/2024 pada bulan Mei 2024. Akibatnya, tidak ada kewajiban importir untuk menyampaikan sertifikat merek dari prinsipal ketika mereka mengajukan permohonan impor pada Kemendag dan Kemenperin.
“Padahal sertifikat merek yang dipegang oleh importir adalah penyaring utama agar barang bajakan tidak diimpor masuk ke pasar domestik,” ucapnya.
Kemenperin menilai pengawasan dan penindakan peredaran barang bajakan di pasar domestik tak akan berjalan efektif mengingat besarnya volume impor barang bajakan dan luasnya pasar domestik Indonesia. Selain itu, delik aduan sebagai awal dan dasar penindakan juga sulit dipenuhi karena sebagian besar prinsipal atau pemegang merek berada di luar negeri. (bi)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *