Jakarta, hotfokus.com
Deputi Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Yulius menyatakan bahwa untuk memudahkan pelaku UMKM mendapatkan pembiayaan
dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan tanpa agunan, pemerintah bakal melakukan uji coba skema credit scoring.
Yulius menambahkan saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan instrumen pendukung seperti teknologi dan dan lainnya sebelum dilakukan uji coba. Untuk uji coba sendiri rencananya akan dimulai pada Juni – Juli 2024 dengan plafon maksimal KUR sebesar Rp500 juta.
“Uji coba akan kita lakukan melalui lembaga penyalur seperti fintech, koperasi dan multifinance. Saat ini kita sedang mempersiapkan infrastrukturnya,” ujar Yulius dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Sejalan dengan itu, KemenKopUKM bersama Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait lainnya juga akan menyusun regulasi untuk implementasi skema credit scoring. Diharapkan dengan proses uji coba dan penyusunan regulasi yang pararel kebijakan penyaluran KUR dengan skema credit scoring bisa segera diimplementasikan secara penuh sesuai amanat dari Presiden Joko Widodo saat Pembukaan Rapat Nasional HIPMI ke-18 pada tanggal 31 Agustus 2023.
“Kita akan buat semacam konsorsium dengan melibatkan BI, OJK, Kementerian Koordinator Perekonomian untuk menyusun aturan credit scoring. Nanti kita juga akan gunakan artificial intellegence dan machine learning juga,” kata Yulius.
Skema credit scoring dalam penyaluran KUR, lanjut Yulius, menjadi solusi bagi UMKM yang tidak memiliki agunan. Diakuinya selama ini bahwa agunan menjadi salah satu kendala utama bagi UMKM dalam mengakses pembiayaan perbankan termasuk KUR.
Melalui credit scoring ini diharapkan penyaluran KUR akan semakin meningkat sehingga UMKM bisa terbantu dalam meningkatkan skala usahanya. Menurutnya, skema credit scoring juga akan meningkatkan peluang UMKM untuk mendapat persetujuan pinjaman serta dapat menjaga tingkat non performing loan (NPL/ kredit macet) dalam batas yang wajar.
“Riset menunjukkan dengan credit scoring yang ditambahkan data alternatif dapat meningkatkan persetujuan (pinjaman) sebesar 10 persen dan menurunkan potensi NPL sebesar 4 persen dibandingkan dengan penilaian yang hanya menggunakan data konvensional,” sambung Yulius.
Ditegaskan Yulius bahwa penggunaan skema credit scoring dalam penyaluran pembiayaan kepada UMKM menjadi instrumen yang adil dan inklusif khususnya bagi nasabah baru yang belum pernah mengakses pembiayaan. Saat ini, beberapa bank dan fintech sudah menggunakan credit scoring untuk penyaluran kredit namun masih belum optimal.
“Penggunaan data alternatif dalam credit scoring juga dapat meningkatkan prediksi risiko gagal bayar untuk nasabah baru yang belum pernah akses kredit perbankan,” pungkasnya. (DIN/SL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *