Jakarta, Hotfokus.com
Penerimaan pajak sepanjang Januari-September 2022 mencapai Rp 1.310,5 triliun atau 88,3 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Angka ini masih cukup kuat atau tumbuh 54,2 Persen.
Demikian dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa daring, Jumat (21/10/2022). “Penerimaan pajak kita masih cukup kuat atau tumbuh 54,2 persen sepanjang Januari sampai September 2022 atau capai Rp 1.310,5 triliun,” katanya.
Menurutnya, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas telah mencapai Rp 723,3 triliun sepanjang Januari-September 2022 atau mencapai 96,6 persen dari target penerimaan PPh Nonmigas dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 tentang Rincian APBN 2022. ”Artinya PPh Nonmigas sudah pasti akan capai atau melebihi target di 2022 ini,” ucapnya optimis.
Sementara Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang telah mencapai Rp 504,5 triliun atau mencapai 78,9 persen dari target akan terus diakselerasi sehingga berpotensi mencapai target.
“Untuk penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lain telah mencapai Rp 20,4 triliun, sementara PPh Migas telah mencapai Rp 62,3 triliun atau 96,4 persen dari target. Jadi kalau dilihat dari persentase pencapaian, tampaknya penerimaan pajak akan melewati target dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022,” paparnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, bahwa pertumbuhan penerimaan pajak masih ditopang oleh kenaikan harga komoditas, aktivitas ekonomi yang masih menggeliat, implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan penerimaan pajak 2021 sebagai basis pembanding yang rendah.
Adapun penerimaan pajak pada September 2022 saja tercatat tumbuh 28 persen secara tahunan atau menurun dibandingkan 4 bulan sebelumnya, dimana pada Mei 2022 penerimaan pajak tumbuh 63 persen (yoy), pada Juni tumbuh 80 persen (yoy), pada Juli 62 persen (yoy), dan pada Agustus 53 persen (yoy).
“Pertumbuhan 28 persen secara tahunan ini sebetulnya masih tinggi tapi dibandingkan 4 bulan terakhir, pertumbuhan ini sangat rendah dan trennya perlu kita waspadai,” ucapnya.
Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) aset kripto, menurut Sri telah terkumpul Rp 82,85 miliar sejak 1 Mei sampai 30 September 2022.
“Adapun Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas transaksi aset kripto melalui PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) dalam negeri telah terkumpul senilai Rp 76,27 miliar,” katanya.
Selain pajak transaksi aset kripto, pemerintah melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga memungut pajak dari perusahaan pembiayaan berbasis teknologi atau fintech peer to peer lending.

Senilai Rp 90,05 miliar telah terkumpul dari pemungutan PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima dari fintech dalam negeri dan Rp40,04 miliar dari PPh pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima fintech luar negeri.
Pemerintah juga memungut PPN dari PMSE senilai Rp 4,06 triliun atau melampaui capaian sepanjang tahun 2021 yang senilai Rp 3,90 triliun seiring dengan pertambahan PMSE dari 94 pada 2021 menjadi 36 pada 2022.
“Sekarang perusahaan jasa digital yang comply untuk membayar pajak terus meningkat dan setoran pajaknya juga terus meningkat,” katanya.
Selain itu sebanyak Rp 6,87 triliun juga dikumpulkan sebagai dampak penyesuaian tarif PPN dari 10 persen manjdi 11 persen yang berlaku pada 1 April 2022.
“Saat mulai diimplementasikan kenaikan tarif PPN berkontribusi sekitar Rp7 triliun terhadap penerimaan pajak. Ini cukup bagus dan juga menggambarkan peningkatan kegiatan ekonomi,” pungkasnya.(RAL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *