ads_hari_koperasi_indonesia_74

Industri Hulu dan Hilir Baja Terintegrasi Agar Kasus Pipa Pertamina Tak Terulang

Industri Hulu dan Hilir Baja Terintegrasi Agar Kasus Pipa Pertamina Tak Terulang

Jakarta, hotfokus.com

Integrasi sektor hulu dan hilir pada industri besi baja harfus dilakukan, agar penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bisa dioptimalkan. Hal itu merujuk pada pemecatan seorang pejabat PT Pertamina (Persero) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena melakukan impor pipa untuk proyek, meski industri pipa dalam negeri sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Achmad Widjaya, kepada hotfokus.com, saat dihubungi pada Jumat (12/3/2021). Diakui olehnya, jika dibandingkan secara aple to aple, harga pipa baja domestik memang jauh lebih mahal ketimbang produk impor. Hal itu diakibatkan industri hulu baja dan pengolahan di hilir belum terintegrasi. Bahan baku harus di-import sehingga biaya produksi menjadi mahal.

“Kalau anda sebagai Krakatau Steel, gak punya bahan baku untuk menjadikan besi beton, pelat baja, dan lain-lain. Anda disini hanya produksi skala kecil kemudian anda jual, apakah bisa bersaing dengan yang namanya tirai bambu (China) yang industrinya terintegrasi dari hulu sampai hilir, ya gak bisa,” ujar Achmad Widjaya.

Ia mengatakan, 30 tahun lalu sebenarnya pemerintah sudah menyadari betapa pentingnya industri baja untuk ketahanan negara, Konsep awal pembangunan Krakatau Steel. sebenarnya sudah baik, hanya saja seiring dengan perkembangan zaman, industri baja Indonesia tidak berkembang, bahkan integrasi antara industri hulu dan hilir baja terputus dan Krakatau Steel tidak mengembangkan teknologi terkini.

“Zaman Pak Harto 30 tahun yang lalu sudah membuat perusahaan Krakatau Steel yang terintegrasi hulu sampai ke hilir, makanya dulu kita punya besi gak pernah ribut. Nah sekarang dengan tuntutan teknologi dan zaman, kita punya RDMP (Refinery Development Master Plan) Pertamina untuk satu tetes minyak menjadi bahan baku dimana-mana saja belum jadi, bagaimana kita mau punya Krakatau Steel (Produknya) gak mahal,” tuturnya.

Achmad berharap, pemerintah memiliki visi untuk menjadikan seluruh sektor industri pengolahan, bisa terintegrasi dari hulu hingga hilir. Ia berharap industri yang sangat sentral seperti Krakatau Steel bisa diintegrasikan dari hulu hingga hilir. Ia mencontohkan seperti halnya di sektor pangan, ada PT Indofood yang dari hulu hingga hilir terintegrasi. Hal itu membuat produk jadi berupa mie instan harganya ekonomis.

“Krakatau Steel jangan terlalu nyaman bermain di hilir saja. Contoh saja Indomie yang punya bogasari di hulu nya, bahkan hingga shipping nya dia tangani sendiri. Itulah yang membuat harga Indomie murah, hanya Rp3.000 per bungkus,” pungkasnya. (SNU/RIF)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *