ads_hari_koperasi_indonesia_74

Pertamina : Pembelian Lahan Untuk Kilang Tuban Sesuai Kebutuhan

Pertamina : Pembelian Lahan Untuk Kilang Tuban Sesuai Kebutuhan

Jakarta, Hotfokus.com

PT Pertamina (Persero) memastikan, pembelian lahan warga yang diperuntukkan bagi pembangunan kilang baru atau Grass Root Refinery Tuban (GRR Tuban) sesuai kebutuhan. Pertamina melalui Subholding Refining & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional memastikan pembebasan lahan juga sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional yang menaungi proyek GRR Tuban, Ifki Sukarya memastikan, pengadaan lahan untuk proyek GRR Tuban tersebut telah melalui seluruh mekanisme yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pengadaan Lahan Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Menurutnya, proyek dengan nilai investasi sekitar USD15 miliar tersebut, sedang tahap early work, yaitu pembersihan lahan tinggal sekitar 328 hektare dan pemulihan lahan abrasi (restorasi) seluas 20 hektare sudah selesai.

Pada undang-undang tersebut telah diatur tata cara pengadaan lahan untuk pembangunan kilang yaitu (i) perencanaan, (ii) persiapan, (iii) pelasaksanaan; (iv) pelepasan tanah instansi.

Proses pengadaan lahan sendiri sudah selesai dimana mayoritas warga yang terdampak sudah menerima penggantian dana dari Pertamina. Lahan yang dibebaskan telah mencapai 99 persen dari target seluas 377 ha tanah warga.

Pada tahap persiapan, berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan tanah, Pertamina telah mengikuti prosedur penilaian ganti kerugian sesuai ketentuan dengan menunjuk KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) yang kemudian ditetapkan melalui Badan Pertanahan Nasional setempat.

“KJPP inilah yang melakukan penilaian terhadap lahan yang akan diambil alih tersebut”, ungkap Ifki dalam keterangannya, Kamis (18/2/2021).

Ifki menambahkan, Pertamina tidak dapat melakukan intervensi atas proses penilaian lahan yang dilakukan KJPP dan di pihak lain. Pertamina juga berprinsip agar proses pengadaan lahan ini tidak merugikan warga yang lahannya terdampak. Bahkan Pertamina juga memberikan edukasi kepada para warga agar dapat mengelola uang hasil penggantian lahan dengan sebaik-baiknya.

“Rata-rata warga memiliki lahan yang luas. Semakin luas lahannya, otomatis semakin besar uang penggantian yang diterima,” jelas Ifki.

Sebelumnya, Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mempertanyakan sudah tepatkah nilai penggantian lahan masyarakat petani Sumurgeneng untuk proyek kilang GRR Tuban tersebut. Pertanyaan itu menyusul vitalnya berita bahwa ratusan warga yang telah menerima uang ganti rugi atas lahan mereka, ramai-ramai membeli mobil hingga jumlahnya ratusan.

“Benarkah cara menghitung pembebasan lahan tanah milik petani sejumlah 225 KK yang menurut pengakuan beberapa warga memperoleh harga ganti berkisar Rp600 ribu-800 ribu dengan nilai maksimal ada yang memperolehnya sampai Rp18 Miliar, bahkan lebih. Artinya, apabila digunakan misalnya rata-rata 225 KK itu memperoleh ganti lahan tanahnya sejumlah Rp700 ribu, maka total pengeluaran pembebasan lahan itu adalah sejumlah Rp5,887 triliun, atau hampir separuhnya APBD Pemerintah DKI,” ujar Defiyan dalam opininya.

Menurut Defiyan, kita tentu senang hati dan turut bergembira melihat saudara-saudara sebangsa setanah air yang berprofesi sebagai petani memperoleh manfaat dari alih kelola lahan tanahnya, hal yang selama ini tak mungkin mereka capai karena kebijakan sektor pertanian tidak memihak mereka. Kekayaan mendadak yang diperoleh mereka sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani ini diviralkan awalnya melalui media sosial pada tanggal 14 Februari 2021 dan menjadi sorotan berkali-kali oleh salah satu stasiun TV swasta nasional.

Namun demikian, dibaliik hal yang luar biasa, fantastis dan menggemparkannya atau kata-kata lain yang sejenis atas berita masyarakat yang beroleh “durian runtuh” ini.

“Pertanyaan mendasarnya adalah tepatkah logika pembebasan lahan tanah ini secara konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945? Mari kita renungkan dan jabarkan ayat 1, 2 dan 3 sebagai bangunan sistem ekonomi bangsa dan negara merdeka dalam konteks pembangunan nasional disaat berbagai Pemerintah Daerah (Pemda) tak memiliki APBD sejiumlah itu dan kesulitan melakukan pembebasan lahan tanah untuk membangun. Tentu saja selain itu, kita perlu mempertanyakan rumus penggantian lahan tanah itu sesuai dengan rata-rata harga pasar atau Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau tidak, begitu pula asal sumber dananya,” ujar Defiyan. (SNU/RIF)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *