Jakarta, Hotfokus.com
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi nasional akan tumbuh minus 3,26 – 3,88 persen. Asumsi ini didasarkan pada perhitungan matematis yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi mengalami pelemahan akibat dampak covid-19.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan bahwa penyebab ambruknya pertumbuhan ekonomi adalah pelemahan konsumsi rumah tangga. Padahal selama ini kelompok pengeluaran ini menjadi penyumbang utama terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Dijelaskannya bahwa covid-19 menyebabkan berbagai aturan ketat dari pemerintah demi menjaga potensi penularan lebih masif, namun hal itu berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat.
“Perlambatan konsumsi rumah tangga dan lambatnya realisasi stimulus disertai rendahnya aktivitas manufaktur jadi penyebab utama anjloknya perekonomian pada kuartal II,” ujar Bhima di Jakarta, Selasa (4/8).
Dia menambahkan bahwa penanganan kasus covid-19 oleh pemerintah dinilai lambat sehingga semakin memperparah keadaan. Di saat yang sama adanya kebijakan kesehatan yang membingungkan sehingga hal tersebut berimbas pada kepercayaan konsumen untuk berbelanja.
“Indonesia dipastikan akan mengalami resesi pada kuartal ke III 2020 dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi minus dibawah -1 persen,” ulasnya.
Sementara itu Ekonom dari Center of Reform for Economics (CORE), Muhammad Faisal, juga berpendapat bahwa pembatasan sosial yang diberlakukan pada kuartal II 2020 ditambah dengan kasus covid-19 yang belum mencapai titik puncaknya hingga awal kuartal III maka berpeluang besar menyeret Indonesia ke dalam resesi ekonomi. Tren jumlah kasus baru covid-19 yang meningkat lebih pesat mengakibatkan seluruh sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami tekanan berat. Menurutnya kinerja ekspor, meskipun tetap positif namun ikut turun akibat belum pulihnya perekonomian negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
“Konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi mengalami tekanan paling dalam, khususnya pada kuartal kedua,” ujar Faisal.
CORE Indonesia berpendapat, jika puncak pandemi terjadi pada kuartal III dan pemerintah tidak memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB), maka ekonomi Indonesia akan terkontraksi di kisaran -1,5 persen. Namun, jika angka kasus baru terus meningkat sepanjang tahun ini dan pemerintah kembali memberlakukan PSBB dengan ketat diperkirakan kontraksi akan terjadi lebih dalam.
“CORE memperkirakan kontraksi ekonomi Indonesia bisa mencapai -3 persen (sepanjang tahun),” ulasnya. (DIN/rif)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *