Direktur Executive ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, bahwa dari sisi legal, rencana penjualan saham (Initial Public Offering/IPO) subholding Pertamina bukan hal baru karena sudah banyak BUMN yang listing di bursa.
Hal ini disampaikan Komaidi dalam webinar “Restrukturisasi Babak Baru Pertamina Sebagai Holding Migas” yang digelar EnergyWatch, di Jakarta, Minggu (27/7).
Namun menurut dia, kalau yang akan di IPO kan di hulu,maka perlu dikaji ulang karena ada penurunan posisi Pertamina baik berdasarkan UU PRP 44 tahun 1960, UU 8 tahun 1971 dan UU 22 tahun 2001.
“Kalau di UU 44 pun, Pertamina posisinya berbeda kalau dibandingkan Petronas, Saudi Aramco, Petrobras atau Abu Dhabi Oil Company, kalau mereka ini diberikan hak mineral right ada di mereka. Tetapi di Pertamina hanya diberikan hak usahanya, hak penambangannya. Jadi kuasa usahanya hanya penambangan saja,” kata Komaidi.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa di UU 22 tahun 2001, posisi Pertamina turun di mana hak kuasa penambangannya juga dilepas. Posisi Pertamina tidak ada bedanya dengan posisi kontraktor kontrak minyak dan gas umumnya. “Posisi Pertamina di sini sejalan dengan PSC system itu sendiri. Dimana porsi di oilnya 85:15,ini kenapa saya singgung karena berkaitan dengan kapitalisasi pasar nanti.Valuasinya berapa di saat IPO nanti,” tutur Komaidi.
Yang perlu ditambahkan, lanjut dia, adalah struktur organisasi dan tata kerja yang berubah di Pertamina. Karena yang dipertanyakan publik itu ada di detail levelnya, misalnya ada beberapa hal atau posisi yang masih kosong. “Di pengumuman 13 Juni, masih banyak pososi yang kosong seperti posisi Direktur PHE, Direktur Keuangan PHE dan Direktur PH Rokan. Itu yang sekarang publik pertanyakan. Mungkin diinternal sekarang didetailkan,” katanya.
Sementara Direktur Executive Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaen mengaku tidak menemukan satu pun dari restrukturisasi Pertamina ini untuk menghambat Pemerintah, Pertamina maju atau negara untuk maju. “Tetapi saya melihat di sini, konsep restrukturisasi perusahaan ini membuat Pertamina sejajar dengan perusahaan multinasional yang bergerak di sektor energi,” katanya.
“Jadi kalau ada yang merasa nanti pemerintah rugi, negara rugi dan segala macam, saya belum melihat itu sampai sekarang. Menurut saya ini adalah sebuah langkah strategis, langkah taktis yang dilakukan Pemerintah dan ditugaskan kepada manajemen,” tambah Ferdinand.
Menurut Ferdinand, merestrukturissi perusahaan sebesar Pertamina bukan perkara muda. “Saya yakin Dirut Pertamina pusing tujuh keliling mewujudkan restrukturisasi Pertamina dalam waktu dekat ini,” tukasnya.
Ia juga menyayangkan gugatan yang dilalukan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terhadap Menteri BUMN. Pasalnya privatisasi dan IPO saja belum terjadi karena masih rencana. Kenapa bisa disebutkan Menteri BUMN merugikan negara?
“Dasarnya apa bisa menjustifikasi seperti itu sementara privatisasi dan IPO-nya saja belum terjadi, kan baru rencana. Saya sangat sedih dan menyayangkan gugatan kawan-kawan Serikat Federasi. Bagi saya gugatan itu terlalu imajinatif, terlalu berilusi kalau menurut saya. Karena terlalu banyak kata akan, nanti, kemudian yang semuanya adalah dugaan-dugaan dan tebakan-tebakan yang belum terjadi,” tutup Ferdinand.(Ral)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *