Jakarta, Hotfokus.com
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan lesunya perdagangan internasional pada awal tahun 2020 kemarin belum bisa disimpulkan karena wabah virus corona yang melanda China. Pasalnya virus ini corona baru teridentifikasi oleh otoritas setempat sekitar tanggal 3-5 Januari 2020. Sementara BPS melakukan penghitungan neraca perdagangan secara sebulan penuh.
Dengan melihat kronologis waktunya, BPS menyatakan defisit perdagangan pada Januari 2020 kemarin sebesar USD870 juta adalah disebabkan oleh faktor lain seperti gejolak geopolitik negara-negara mitra perdagangan RI. Selain itu juga dampak perang dagang antara China dan AS yang masih berlanjut serta adanya fluktuasi harga komoditas di dunia internasional.
“Virus corona kan terindetifikasi tanggal 3 – 5 Januari (2020) lalu tanggal 20 Januari itu mulai beberapa negara melakukan pemeriksaan badan dan tanggal 21 Januari 2020 mulai ada korban selanjutnya pada 31 Januari itu ditetapkan darurat oleh WHO (World Health Organization),” ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (17/2).
Meski begitu, BPS akan mencoba melakukan pendalaman terhadap kasus corona terhadap perdagangan nasional untuk periode Februari 2020. Untuk selanjutnya hasilnya baru bisa diketahui pada pertengahan Maret 2020 mendatang.
Suhariyanto juga menegaskan bahwa pemerintah tetap perlu waspada dan mengantisipasi terhadap potensi virus corona yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional. “Kita akan waspada, kita butuh waspada, kita akan lihat pada rilis bulan mendatang,” sambungnya.
Sementara itu terkait dengan isu yang menyatakan bahwa perekonomian China akan melambat karena virus tersebut, BPS juga menilai hal itu belum tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pasalnya pertumbuhan ekonomi ditentukan tidak hanya dari faktor perdagangan nasional semata. Namun indek pertumbuhan ekonomi juga ditentukan oleh banyak faktor seperti investasi, belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan lain sebagainya.
“Saya pikir seluruh negara perlu mewaspadai (pada virus corona), bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi dari China akan turun 1 persen dan bisa mempengaruhi negara lain itu kan baru sebatas simulasi,” masih Suhariyanto.
Meski belum dapat dipastikan perdagangan nasional yang negatif pada Januari 2020 lalu akibat virus corona, namun Suhariyanto mengakui bahwa perdagangan dengan China memang mengalami defisit sebesar USD1,8 miliar. Hanya saja tren defisit perdagangan dengan China sering terjadi sebelum adanya virus corona. Pada Januari 2019 saja defisit perdagangan dengan China mencapai USD2,4 miliar.
“Defisit neraca perdagangan non migas kita pada Januari 2020 terjadi dengan negara Korea Selatan, Thailand dan China,” pungkas dia. (DIN/rif)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *