Jakarta, Hotfokus.com
Kegiatan pelayanan pemanduan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta mengalami gangguan operasional. Penyebabnya adalah pelayaan kepelabuhan di Terminal Tanjung Priok yang dikelola oleh PT Jasa Armada Indonesia (JAI) Tbk tersebut terhenti oleh aksi stop operasi oleh seluruh kru kapal mulai dari Anak Buah Kapal (ABK) hingga nakhoda kapal pandu di terminal tersebut pada hari Rabu (10/7/2019) di Kantor Kepanduan Pelabuhan Tanjung Priok.
Aksi stop operasi ini jelas mengganggu pelayanan pemanduan kapal-kapal yang akan masuk-keluar di Terminal paling sibuk di Indonesia dalam rangka melayani pengangkutan logistik hajat hidup orang banyak, baik yang diekspor maupun impor berbagai komponen produk-produk industri yang dibutuhkan produsen di dalam negeri.
Menanggapi hal ini, Presiden Federasi Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia, Mirah Sumirat, SE menyebutkan, bahwa pekerjaan yang ada di PT Jakarta Armada Indonesia (JAI) Tbk. adalah pekerjaan utama (core bussines) sehingga tidak bisa dialihdayakan kepada pihak ketiga (vendor) karena akan sangat berbahaya, karena perputaran arus pendapatan negara lumayan besar.
“Di dalam UU No 13/2003 sangat jelas diatur bahwa jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan atau dioutsourching adalah pekerjaan yang bukan pekerjaan utama dari sebuah proses produksi (core cuisni). Sedangkan pekerja di PT JAI saya melihat ini adalah pekerjaan utama sehingga tidak bisa dialihdayakan kepada pihak ketiga karena mengingat perputaran arus pendapatan negara lumayan besar,” kata Mirah dalam keterangannya yang diterima Hotfokus.com di Jakarta, Jumat (12/7).
Menurut dia, para pekerja yang bekerja pada PT JAI sangat memiliki keahlian khusus dan tidak sembarang orang bisa melakukannya. Artinya bisnis ini adalah bisnis utama dan tidak bisa dialihdayakan atau diserahkan pada pihak vendor. “Jadi sebaikanya PT JAI mempertimbangkan dan tunduk pada perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Mirah juga mempertanyajan kebijakan direksi PT JAI dalam menyerahkan crew (pekerjanya) kepada vendor, apakah sudah dikomunikasikan dengan Pelindo II sebagai induk perusahaan. “Jika sudah dikomunikasikan maka, Pelindo II wajib ikut menyelesaikan persoalan ini. Namun apabila belum dikomunikasikan berati ada kesalahan kebijakan yang dilakukan oleh PT JAI yaitu tidak koordinasi atau komunikasi terlebih dahulu ke Pelindo II dan akibatnya menjadi fatal,” kata aktivis ketenagakerjaan ini.
“Perlu duduk bersama untuk musyawarah mufakat antara pihak Manajemen Pelindo II , Manajemen PT JAI , dan Serikat Pekerja/Perwakilan Pekerja dengan difasilitasi oleh Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker) sebagai kewajiban negara untuk hadir di tengah persoalan rakyatnya agar bisa menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan dasar hukum yaitu perundang-undangan,” pungkasnya.
Seharusnya Didukung
Secara Terpisah, Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori mengatakan : “akar permasalahan aksi stop operasi pemanduan tersebut harus segera diselesaikan oleh manajemen PT. JAI dengan membahas secara kekeluargaan tuntutan yang disampaikan oleh para kru dimaksud,” kata dia di Jakarta, Jumat (12/7).
Menurut dia, jika hal ini tidak mampu diselesaikan, maka pihak manajemen dan PT.Pelindo II dapat dianggap melalaikan kewajiban melindungi kegiatan kepemanduan yang harus diberikan di Pelabuhan Tanjung Priok, serta Direksinya dapat dinyatakan tidak profesional. “Padahal tuntutan yang diajukan tidaklah terlalu rumit, yaitu ketidaksepakatan pekerja atas pengalihan manajemen dari PT JAI Tbk yang merupakan Anak Usaha BUMN Pelindo II kepada vendor atau swasta,” ketusnya.
Lebih jauh Defiyan mengatakan : “Dengan adanya aksi stop operasi oleh seluruh kru kapal pandu tersebut, maka sesuai UU No. 17 Tahun 2008 mogok kerja tersebut jelas akan berakibat pada kelancaran pemberian informasi, pemanduan kapal, kelancaran dan keselamatan kapal dan lingkungan di area pelabuhan,” katanya.
“Hal itu akan mengganggu stabilitas kegiatan perekonomian nasional mencapai pertumbuhan ekonomi dalam suatu periode, apalagi jika aksi ini sampai terjadi di pelabuhan lainnya di Indonesia,” tambah dia.
Kepanduan Domain Pemerintah
Sementara itu, Sofyano Zakaria, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Pemerhati Kebijakan Publik menyampaikan : Jika ternyata persoalan pengalihan “status” crew kapal pandu PT Jakarta Armada Indonesia Tbk ini menimbulkan gejolak bagi pelayanan arus logistik, maka mengingat pentingnya soal kepanduan ini, sebaiknya Pemerintah mengambil alih saja jasa kepanduan ini ketangan Kementerian Perhubungan mengingat bahwa kepanduan sejatinya adalah domainnya Pemerintah“.
Menurut Sofyano lebih lanjut, soal kepanduan, harusnya management PT JAI dalam membuat kebijakan perlu sangat berhati hati karena ketika kebijakannya menimbulkan masalah, dampaknya akan nerugikan masyarakat luas dan berpotensi menimbulkan keraguan rakyat terhadap program Jokowi.
Jangan sampai kebijakan management JAI yang karena ingin JAI bisa menekan biaya karena pengalihan status pekerja, tetapi menimbulkan masalah bagi Presiden dan membuat Pusing Menteri BUMN. Yang lebih celakanya lagi jika soal pengalihan penanganan crew PT JAI ini sampai “digoreng” oleh lawan politik Jokowi. Ini yang bia bikin Presiden jadi tak nyaman, tutup Sofyano. (Ral)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *