ads_hari_koperasi_indonesia_74

Haris Rusly Moti Ingatkan Ancaman Political Blitzer dan Pentingnya Jaring Peduli Sosial

Haris Rusly Moti Ingatkan Ancaman Political Blitzer dan Pentingnya Jaring Peduli Sosial

Jakarta, hotfokus.com

Pemrakarsa 98 Resolution Networks, Haris Rusly Moti, menilai Indonesia perlu segera membangun jaring peduli sosial untuk meredam potensi gejolak masyarakat. Ia menyebut hal ini penting agar negara tidak terjebak dalam situasi serangan kilat politik atau political blitzer seperti yang terjadi pada 25–31 Agustus 2025.

Menurut Haris, pola gerakan semacam ini bisa muncul tiba-tiba, berlangsung singkat, namun berdampak luas. “Kita perlu membangun jaring peduli sosial untuk mencegah terjadinya kejutan gerakan politik blitzer,” ujarnya dalam keterangan pers.

Fenomena Political Blitzer dan Contoh Global

Haris mencontohkan bagaimana gelombang protes mendadak pernah mengguncang berbagai negara, mulai dari Filipina, Malaysia, Bangladesh, Timor Leste, hingga Nepal. Bahkan, ia menyebut fenomena ini sebagai “Asian Blitzer” yang mirip dengan Arab Spring.

Gerakan sejenis juga menjalar ke kawasan lain, termasuk Australia, Prancis, hingga Turki. Menurutnya, pola tersebut kini berkembang seperti pandemi sosial-politik global.

“Gerakan political blitzer tidak membutuhkan tradisi kepemimpinan yang mapan. Tujuannya samar, tapi dampaknya jelas: menumbuhkan ketidakpercayaan, kekacauan, dan pembangkangan,” tegas Haris.

Eksploitasi Kerentanan Ekonomi dan Media Sosial

Haris menjelaskan bahwa serangan politik kilat biasanya mengeksploitasi keresahan ekonomi masyarakat. Isu harga kebutuhan pokok, daya beli, dan kebijakan pemerintah yang belum terasa dampaknya kerap menjadi bahan bakar gerakan.

Ia menambahkan, media sosial menjadi kanal utama untuk menyebarkan narasi negatif. Bahkan, menurutnya, political blitzer modern kini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) generatif untuk memanipulasi algoritma dan mempercepat penyebaran informasi.

“Jika kita lihat gerakan 25–31 Agustus 2025, semuanya bermula dari huru-hara di media sosial. Kasus Nepal justru terinspirasi dari Indonesia. Dengan kecepatan era digital, potensi replikasi gerakan seperti ini semakin besar,” jelasnya.

Dampak yang Diincar Gerakan Politik Kilat

Haris menilai ada dua dampak besar yang diharapkan dari gerakan kilat semacam ini. Pertama, memecah soliditas pejabat dengan menciptakan benturan antar institusi negara. Kedua, mendorong masyarakat untuk melakukan sabotase sosial dan pembangkangan.

Ia menyinggung protes di Prancis yang sempat mengusung slogan Block Everything atau “blokir semuanya” sebagai contoh bentuk sabotase sosial yang bisa ditiru di negara lain.

Jawaban Jangka Pendek: Jaring Peduli Sosial

Untuk mencegah hal serupa terjadi di Indonesia, Haris menilai rakyat butuh jawaban cepat, meski bukan solusi permanen. Ia mendorong pemerintah segera mengaktifkan program perlindungan sosial yang menyasar kelompok rentan secara ekonomi.

“Jawaban jangka pendek yang kami maksud adalah memitigasi isi kantong dan isi perut kelompok rentan. Program stimulus ekonomi 8-4-5 yang dicanangkan pemerintah perlu dipercepat realisasinya,” ungkapnya.

Haris juga berharap BUMN, sektor swasta, hingga individu warga negara ikut bergotong royong membangun jaring peduli sosial. Menurutnya, inisiatif ini harus melengkapi program resmi pemerintah agar celah kerentanan ekonomi tidak dieksploitasi oleh pihak yang ingin memicu instabilitas.

Prabowo dan Arah Kebijakan Strategis

Di akhir pernyataannya, Haris menilai arah kebijakan Presiden Prabowo sudah tepat. Ia menyebut program strategis yang dijalankan pemerintah bersifat mendasar dan lebih komprehensif dibanding tuntutan protes sosial jangka pendek.

“Jika dibandingkan dengan tuntutan gerakan sosial, Presiden Prabowo lebih programatik dan mendasar. Pandangannya tentang serakahnomic, pihak-pihak yang menjarah kekayaan negara, merepresentasikan tuntutan reformasi selama 27 tahun terakhir,” pungkas Haris. (*)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *