Oleh: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi
Capaian kinerja perekonomian Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tidak menunjukkan kemajuan yang berarti selama 15 tahun terakhir. Hal ini bisa diamati dari capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2024 yang hanya sebesar 4,36 persen jauh di bawah hasil nasional yang sebesar 5,03 persen. Inilah capaian pertumbuhan ekonomi Sumbar saat dipimpin oleh pasangan Gubernur Mahyeldi dan Wakil Gubernur (Wagub) Vasko Ruseimy di tahun pertamanya. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada kuartal II/2025-pun tercatat hanya sebesar 3,94% secara tahunan (year on year/yoy).
Disaat 4 (empat) tahun yang lalu, kinerja pertumbuhan ekonomi tertinggi (2021) dicapai oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu 5,05 persen. Yang kedua Provinsi Jambi sebesar 3,66 persen, berada diurutan ketiga yaitu Provinsi Sumatera Selatan sebesar 3,58 persen dan yang terendah adalah Provinsi Sumatera Utara sebesar 2,61 persen. Sementara, capaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumbar masih bertengger diurutan ke-6 di bawah Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 3,4 persen. Pada tahun 2021, semua Provinsi di Pulau Sumatera mengalami perbaikan dalam capaian pertumbuhan ekonomi tahunan secara merata.
Kinerja yang telah dicapai oleh Sumbar tidak mampu menggeser posisinya diurutan keenam pada periode 2021-2024. Meskipun, pertumbuhan ekonomi tahun 2024 lebih baik jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi Tahun 2021 (3,29%), tapi masih berada di bawah capaian nasional yang sebesar 3,69 persen. Merupakan capaian kinerja tahun pertama juga dari pasangan Gubernur Mahyeldi Ansharullah Wagub Audy Joinaldy kala itu. Bahkan, secara umum capaian kinerja indikator ekonomi makro lainnya dibanding capaian se-Pulau Sumatera tak memberikan dampak pada perbaikan peringkat.
Berdasar data Badan Pusat Statitisk (BPS) dengan mengacu pada struktur spasial produk domestik regional bruto (PDRB) Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) adalah kontributor terbesar terhadap perekonomian diwilayah tersebut. Secara regional, perekonomian Sumut berkontribusi terhadap PDRB Pulau Sumatera sebesar 23,50%. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Sumatera dicapai oleh Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), yaitu sebesar 7,14%. Padahal, Kepri adalah wilayah administratif baru yang terbentuk dari hasil pemekaran Provinsi Riau.
Artinya, pertumbuhan ekonomi tahun 2021, 2024 dan Triwulan II/2025 menunjukkan ketertinggalan Sumbar dibandingkan 9 (sembilan) provinsi lain di Pulau Sumatera yang rata-rata tumbuh di atas 5%. Terdapat akselerasi perekonomian di wilayah Sumatera (selain Sumbar) yang mengindikasikan terjadinya transformasi struktural dan sektoral yang kontributif di satu sisi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Sumbar justru semakin memerosotkan Sumbar ke dasar peringkat wilayah Sumatera. Disalip oleh Sumut yang berada diperingkat terendah se-Sumateta pada tahun 2021.
Begitu pula halnya, apabila, dibandingkan dengan kesamaan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan ukuran (size) perekonomiannya terhadap provinsi lain. Semisal diperbandingkan dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Bali pada tahun 2024 dan kuartal II/2025. Dengan fokus yang sama disektor pertanian, pendidikan dan pariwisata serta pembinaan UMKM sebagaimana halnya Sumbar. Lalu, bagaimana fakta capaian kinerja perekonomian kedua daerah tersebut? Ternyata, kinerja perekonomian Sumbar juga jauh tertinggal dari DIY dan Bali.

Capaian pertumbuhan ekonomi DIY selama 2024 sebesar 5,03 persen dan pada Triwulan II 2025 adalah 5,49% (year-on-year/yoy). DIY, bahkan menjadi provinsi yang tertinggi di Pulau Jawa capaian pertumbuhan ekonominya di Triwulan II/2025. Begitu juga halnya dengan Bali pada 2024 pertumbuhan ekonominya mencapai 5,48 persen, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Dan, di Triwulan II 2025 kinerja perekonomiannya menjadi 5,95 persen, atau meningkat dibanding Triwulan I 2025 yang hanya sebesar 5,52 persen dengan selisih 0,43 persen.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi DIY dan Bali di Triwulan II/2025 inipun melampaui capaian kinerja perekonomian nasional. Kontribusinya, didominasi oleh sektor pariwisata, akomodasi, dan makan minum, dengan didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga serta adanya faktor musiman seperti libur panjang. Hal mana tidak mampu diakselerasikan peningkatan kinerjanya oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbar dengan kapasitas potensi SDA dan sektoral yang relatif sama/sejenis. Atau, tidak ada terobosan struktural dan sektoral bagi peningkatan PDRB utama yang berkontribusi bagi kinerja perekonomian Sumbar dibandingkan daerah lain.
Tentu publik bertanya, mengapa dan ada apa dengan kinerja perekonomian Sumbar? Justru provinsi yang dulu tertinggal perekonomiannya diera Orde Baru (Orba) seperti Jambi, Bengkulu dan Lampung menyalipnya? Jawaban singkatnya adalah tidak adanya kemauan melakukan perubahan (political will) serta komitmen dan konsistensi para pemangku kepentingannya (stakeholders). Dibutuhkan evaluasi yang menyeluruh (komprehensif) atas berbagai permasalahan dan tantangan di masa depan. Tidak hanya pada jajaran birokrasi dan perspektif adat istiadat Minangkabau yang dikenal inlusif. Lebih khusus lagi, transformasinya dalam hal pelayanan publik (public service) serta keamanan dan kenyamanan berinvestasi.[•]
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *