Jakarta, hotfokus.com
Nah lho, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyesalkan sikap asosiasi industri tekstil, terutama produsen benang dibawah bendera Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (Apsyfi)
yang meminta proteksi, tapi melakukan impor besar-besaran.
“Di tengah permintaan asosiasi agar pemerintah memperketat impor, justru terjadi lonjakan signifikan impor oleh anggotanya sendiri,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, dalam keterangannya seperti dikutip Minggu, (24/8/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul tak transparannya sejumlah anggota Apsyfi melaporkan aktivitasnya. Padahal kewajiban pelaporan merupakan bentuk akuntabilitas industri terhadap negara.
Data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) menyebutkan kepatuhan pelaporan industri anggota APSyFI tercatat masih rendah. Dari 20 perusahaan anggota, hanya 15 yang melaporkan aktivitas industrinya, sementara 5 perusahaan lainnya absen atau lalai.
Juru bicara Kemenperin ini berharap asosiasi industri dapat melihat kebijakan pemerintah secara objektif. Justru di tengah pertumbuhan ini, yang dibutuhkan adalah kolaborasi dan kepatuhan. “Bukan narasi yang menyesatkan publik,” pungkas Febri.
Karena disinyalir ada anggota APSyFI yang memanfaatkan fasilitas kawasan berikat maupun API Umum sehingga bebas melakukan impor besar-besaran. Di sisi lain, mereka menuntut proteksi. “Ini jelas kontradiktif dengan semangat kemandirian industri,” ujarnya.
Selama ini, pemerintah telah memberi berbagai bentuk perlindungan dan instrumen fiskal terhadap industri hulu tekstil, antara lain Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) Polyester Staple Fiber (PSF) yang sudah berjalan sejak 2010 dan berlaku hingga tahun 2027.
Selain itu, BMAD Spin Drawn Yarn (SDY) yang berlaku hingga tahun 2025, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Benang dari serat sintetis yang berlaku hingga 2026, serta masih ada BMTP Kain yang berlaku sampai tahun 2027.

“Artinya, industri anggota APSyFI selama ini sudah menikmati keuntungan ganda, yaitu proteksi tarif sekaligus fasilitas impor. Namun, sayangnya tidak diimbangi dengan investasi baru maupun modernisasi teknologi,” kata Febri. (bi)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *