Jakarta, hotfokus.com
Lonjakan penumpang Kereta Cepat Whoosh selama libur sekolah memecahkan rekor baru, mengungkap tingginya ketertarikan publik pada transportasi modern yang cepat dan efisien. Namun, apakah ini sinyal awal tren transportasi massal yang lebih luas atau hanya euforia musiman?
Berdasarkan data PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sejak 23 Juni hingga 13 Juli 2025, Whoosh telah mengangkut 460.190 penumpang. Angka tersebut mencerminkan peningkatan drastis dibanding periode normal, dengan rata-rata harian 21.000 hingga 25.000 penumpang—melonjak 20-25 persen dari hari biasa.
Puncak lonjakan tercatat pada 27 Juni 2025, di mana Whoosh mencetak rekor tertinggi dengan melayani 26.770 penumpang dalam sehari. Angka ini menjadi catatan sejarah baru bagi layanan kereta cepat pertama di Indonesia sejak mulai beroperasi.
General Manager Corporate Secretary KCIC, Eva Chairunisa, mengungkapkan bahwa tingginya animo masyarakat sebagian besar didorong keinginan memanfaatkan libur sekolah untuk berwisata keluarga dengan moda transportasi yang dianggap lebih praktis dan nyaman.
“Banyak masyarakat yang memanfaatkan Whoosh untuk berlibur bersama keluarga agar lebih efisien dan menyenangkan,” ujar Eva dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa (15/07/2025).
Tak hanya mencatat jumlah penumpang yang fantastis, persebaran aktivitas penumpang juga menunjukkan pola tertentu. Stasiun Halim, misalnya, menjadi titik paling sibuk dengan total 271.615 penumpang naik-turun selama periode libur sekolah. Stasiun Padalarang mengikuti di urutan kedua dengan 205.140 penumpang, sementara Stasiun Tegalluar Summarecon mencatat 72.259 penumpang. Adapun Stasiun Karawang meski belum setinggi lainnya, tetap mencatat angka 14.558 penumpang.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan lebih dalam: apakah lonjakan tersebut akan berlanjut, atau hanya sementara karena momentum libur sekolah? Di balik rekor tersebut, muncul tantangan agar tren positif ini tidak hanya bersifat musiman.
Transportasi cepat seperti Whoosh memang sedang menjadi sorotan, terutama bagi masyarakat yang mendambakan perjalanan lebih singkat antara Jakarta dan Bandung. Waktu tempuh Whoosh yang hanya sekitar 40 menit menjadi keunggulan signifikan dibanding moda transportasi konvensional.
Namun, sejumlah pengamat transportasi sebelumnya menyoroti beberapa aspek, seperti harga tiket yang dianggap masih relatif mahal oleh sebagian kalangan, serta konektivitas antarmoda yang perlu dioptimalkan. KCIC sendiri sempat mengumumkan promo dan potongan harga untuk mendongkrak minat penumpang, terutama di momen-momen libur panjang.
Lonjakan penumpang selama libur sekolah bisa menjadi indikasi bahwa masyarakat mulai beralih ke moda transportasi cepat. Namun, keberlanjutan tren ini sangat bergantung pada kebijakan tarif, kualitas layanan, serta integrasi dengan sistem transportasi lain agar tidak hanya dinikmati kalangan tertentu.
Meski begitu, angka penumpang Whoosh yang menembus hampir setengah juta orang dalam tiga minggu terakhir tentu menjadi catatan positif. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai memercayai Whoosh sebagai sarana transportasi massal yang andal, cepat, dan nyaman.
Di sisi lain, KCIC berpotensi menghadapi pekerjaan rumah dalam menjaga tren ini agar tak merosot usai masa liburan. Mengingat pengalaman banyak negara, kereta cepat memang efektif menarik penumpang pada masa peak season, namun rawan mengalami penurunan okupansi ketika memasuki hari biasa.
Pertanyaannya kini: apakah Whoosh bisa terus mencetak angka fantastis di luar momen libur sekolah? Ataukah rekor 26.770 penumpang per hari hanya akan menjadi pencapaian sesaat? Semua bergantung pada strategi KCIC dalam mempertahankan kepercayaan dan minat publik terhadap transportasi modern ini. (SA/GIT)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *