ads_hari_koperasi_indonesia_74

Viral Isu 2026 Tanah Girik Disita Negara, Kementerian ATR/BPN Buka Suara: Nggak Benar!

Viral Isu 2026 Tanah Girik Disita Negara, Kementerian ATR/BPN Buka Suara: Nggak Benar!

Jakarta, Hotfokus.com

Masyarakat belakangan dihebohkan isu panas soal tanah girik dan letter C yang disebut-sebut bakal disita negara jika belum bersertifikat per 2026. Kabar ini memicu keresahan, apalagi beredar luas di media sosial. Namun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan kabar tersebut tidak benar sama sekali.

“Jadi informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu nggak benar,” tegas Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, dalam keterangan resminya yang dikutip Selasa (1/1/2025) di Jakarta.

Asnaedi menjelaskan, sejak dulu girik, verponding, maupun letter C memang bukan bukti kepemilikan tanah. Namun, dokumen-dokumen tersebut bisa menjadi petunjuk penting bahwa sebidang tanah dulunya berada di bawah hak adat atau bekas kepemilikan lama.

“Ini seperti yang tertuang di UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mana bekas hak lama seperti girik dapat dilakukan pengakuan, penegasan, dan konversi sesuai peraturan,” kata Asnaedi.

Biar makin jelas, Asnaedi menyinggung soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, tepatnya di Pasal 96. Dalam beleid itu ditegaskan, alat bukti tertulis berupa tanah bekas milik adat yang dimiliki perseorangan wajib didaftarkan paling lama 5 tahun sejak PP tersebut diundangkan. Hitung-hitungan waktunya, jatuh pada 2026.

Namun, wajib daftar bukan berarti kalau tidak daftar lalu tanah otomatis disita negara. Faktanya, kata Asnaedi, tidak ada ketentuan soal pengambilalihan tanah oleh negara hanya karena belum bersertifikat. Hanya saja, kalau tanah tak segera didaftarkan, pemiliknya berpotensi sulit membuktikan kepemilikan sah jika suatu saat muncul sengketa.

“Kami berharap masyarakat segera mendaftarkan tanahnya supaya memperoleh sertipikat sebagai bukti kepemilikan sah dan diakui negara,” ujarnya.

Fenomena beredarnya isu semacam ini dinilai Kementerian ATR/BPN cukup sering terjadi, terutama jelang tenggat waktu pendaftaran tanah adat. Banyak pihak, kata Asnaedi, kerap menyalahartikan aturan. Ada pula yang sengaja memelintir informasi demi kepentingan tertentu, misalnya untuk mendorong pemilik tanah memakai jasa calo.

“Kita tidak ingin masyarakat menjadi korban hoaks yang justru membuat takut dan bingung. Daftarkan saja tanahnya ke kantor pertanahan terdekat. Prosesnya resmi, lebih aman, dan ada kepastian hukum,” tegasnya lagi.

Sebagai catatan, girik, letter C, hingga verponding memang masih banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, terutama di wilayah yang dulunya dikuasai adat atau kerajaan. Dokumen-dokumen tersebut diakui sebagai data riwayat tanah, bukan sertifikat hak milik. Karena itulah, proses konversi ke sertifikat resmi sangat penting.

“Dengan sertifikat, tanah kita punya kekuatan hukum. Kalau masih pegang girik saja, itu hanya tanda bukti pembayaran pajak zaman dulu. Jadi sebaiknya segera urus sertifikat, biar hati tenang,” pungkas Asnaedi.

Lewat penegasan ini, Kementerian ATR/BPN berharap masyarakat tidak lagi resah. Yang terpenting, pemilik tanah girik, letter C, atau dokumen adat lainnya diimbau proaktif mendaftarkan tanahnya sebelum 2026, agar memiliki dokumen sah yang diakui negara. (SA/GIT)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *