ads_hari_koperasi_indonesia_74

Kemendag: Pengusaha Hati-hati Bertransaksi dengan Pelaku Usaha Bangladesh

Kemendag: Pengusaha Hati-hati Bertransaksi dengan Pelaku Usaha Bangladesh

Jakarta, hotfokus.com

Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta para pengusaha berhati-hati bertransaksi dengan lembaga atau pelaku usaha di Bangladesh.

“Para pelaku usaha agar berhati-hati bertransaksi dengan lembaga maupun perseorangan dari Bangladesh. Kami menyampaikan hal tersebut untuk mencegah kerugian yang dapat ditimbulkan dari transaksi perbankan, karena kondisi politik dan ekonomi saat ini,” kata Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Kemendag, Iskandar Panjaitan, dalam keterangan persnya, Selasa (10/9/2024).

Peringatan tersebut disampaikan, menyusul informasi yang disampaikan Duta Besar RI Dhaka melalui surat Nomor B-00139/Dhaka/240822 perihal Perkembangan Situasi Ekonomi Bangladesh Pasca mundurnya Perdana Menteri Sheikh Hasina dan Antisipasi Transaksi Perbankan.

Dalam surat tersebut disampaikan bahwa Bangladesh sedang menghadapi krisis likuiditas. Kondisi ini diperburuk dengan dibatasinya penarikan tunai dari bank sentral negara tersebut, Bank Bangladesh.

Kondisi ini disertai inflasi yang mencapai 11,66 persen dan tekanan pada nilai tukar mata uang tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Sementara dari sektor energi, Bangladesh Power Development Board (BPDB) sedang menghadapi beban utang sebesar BDT 45 ribu crore atau senilai 4 miliar dolar AS. Hal ini menjadi isu kritis bagi pemerintahan sementara yang baru dibentuk.

Bank telah mengeluarkan instruksi kepada sembilan bank untuk tidak melayani pencairan cek yang melebihi BDT 200 ribu atau senilai 1.680 dolar AS. Kesembilan bank tersebut,yaitu Islami Bank Bangladesh, First Security Islami Bank, Social Islami Bank, Union Bank, Global Islami Bank, Bangladesh Commerce Bank, National Bank, Padma Bank, dan ICB Islami Bank.

Selain itu, Bangladesh Bank menetapkan batas penarikan uang tunai sebesar BDT 200 ribu atau senilai 1.680 dolar AS per akun dalam satu hari. Ini untuk mencegah penggunaan uang tunai untuk tujuan ilegal.

Menyikapi kondisi tersebut, Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impormenyampaikan, ada sejumlah langkah antisipatif yang dapat dilakukan para pelaku usaha Indonesia. Pertama, mendiversifikasi produk, terutama produk tahan lama (non-perishable), dan menggunakan mekanisme pembayaran yang aman untuk menghindari risiko gagal bayar atau penundaan pembayaran. Kedua, menggunakan perlindungan finansial yang memadai dalam perjanjian transaksi ekspor dan impor serta penggunaan bank tepercaya dalam mekanisme transaksi atau pembayaran Letter of Credit (L/C).

Ketiga, apabila tetap menggunakan L/C, pelaku usaha Indonesia perlu memastikan penggunaan bank internasional tepercaya yang memiliki cabang di Bangladesh. Keempat, untuk sektor energi, Kemendag mengimbau pelaku usaha Indonesia untuk menghentikan rencana transaksi atau kerja sama dengan BPDB yang saat ini sedang menunggak pembayaran kepada pihak swasta.

Selain itu, terdapat risiko terjadinya penundaan pembayaran kepada perusahaan Indonesia yang telah melakukan transaksi dalam mendukung kebutuhan energi di Bangladesh. (bi)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *