Oleh : Salamuddin Daeng
BAGIAN KEDUA
Keberlanjutan Agenda Pemerintahan Jokowi
Berbagai upaya dan strategi dilakukan Pemerintah dalam rangka peningkatan produktivitas melalui akselerasi transformasi ekonomi, yang meliputi: (1) normalisasi aktivitas masyarakat seiring perbaikan situasi pandemi; (2) peningkatan daya tarik investasi termasuk hilirisasi manufaktur, ekonomi digital dan ekonomi hijau; dan (3) mengembalikan peran sektor manufaktur sebagai sumber pertumbuhan ekonomi melalui revitalisasi industri.
Dukungan pemerintah bagi percepatan transformasi ekonomi adalah dengan menjadikan hilirisasi atau industrialisasi sebagai prioritas. Sebagaimana dalam nota keuangan APBN 2023 disebutkan bahwa peningkatan investasi perlu terus diarahkan pada industri ramah lingkungan, berorientasi teknologi dan padat karya, serta sektor produktif melalui hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Hilirisasasi dalam pandangan pemerintah adalah bagian dari transformasi ekonomi dalam mendorong nilai tambah produk-produk sektor unggulan diharapkan dapat mendorong daya saing dan pangsa pasar produk nasional di dunia. Apalagi saat ini dengan begitu kuatnya promosi global untuk mewujudkan ekonomi hijau, juga akan menstimulus pertumbuhan ekspor produk terkait, seperti hasil hilirisasi mineral dan kendaraan bermotor beremisi rendah.
Secara geopolitik, adanya perubahan peta investasi dan perdagangan dunia yang terjadi akibat dari pandemi, menjadi kesempatan emas bagi perekonomian nasional untuk menarik investasi di sektor sektor potensial serta mendongkrak partisipasi sektor manufaktur domestik dalam Global Value Chain, termasuk untuk industri mesin, elektronik, alat komunikasi, serta hilirisasi mineral.
Demikian juga dengan arah pertumbuhan investasi kepada sektor energi terbarukan dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan serta akselerasi hilirisasi sumber daya alam nasional untuk mendukung teknologi energi terbarukan. Indonesia sebagai gudangnya energi terbaharukan dapat mengembangkan hilirisasi komoditas energi terbaharukan yang ada.
Pemerintah telah berjuang selama satu decade terakhir untuk melaksanakan hilirisasi sektor mineral dan Batubara. Hilirisasi mineral merupakan salah satu strategi penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan nilai tambah produk bahan logam dan mineral. Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi yang diperkukan untuk mempercepat hilirisasi.
Sejak Januari 2014, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 telah melakukan pelarangan kegiatan ekspor bijih mineral tambang. PP Nomor 1 Tahun 2014 ini merupakan pelaksanaan UndangUndang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pelarangan ekspor bijih mineral berimbas pada penurunan tajam ekspor komoditas mineral mentah dan meningkatnya ekspor besi dan baja yang merupakan hasil olahan mineral. Meningkatnya ekspor besi dan baja ini berkontribusi positif ke penerimaan negara maupun cadangan devisa yang sangat penting untuk menjaga kestabilan ekonomi makro. Hilirisasi mineral khususnya nikel juga sangat penting dalam mendukung terciptanya ekosistem produksi kendaraan listrik sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Upaya pemerintah untuk mendorong investasi dalam rangka hilirisasi dilakukan melalui kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk mendukung industrialisasi, ekspor, hilirisasi industri dalam negeri, serta pemberian insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis. Kebijakan ini pada akhirnya akan menghasilkan optimalisasi penerimaan perpajakan dan peningkatan rasio perpajakan menjadi berkisar 9,8–10,7 persen terhadap PDB di tahun 2026 mendatang.
Upaya mencari sumber keuangan bagi hilirisasi juga dilakukan melalui program tax amnesti dalam bentuk insentif yang diberikan kepada tindakan repatriasi asset dari luar negeri. Kebijakan diimplementasikan dalam dua skema kebijakan. Skema pertama diperuntukkan untuk Wajib Pajak (WP) yang mengikuti Tax Amnesty (baik WP Orang Pribadi/OP dan WP Badan), tetapi terdapat harta yang kurang/belum diungkap (harta diperoleh 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015).
Dalam skema pertama ini WP dapat mengungkapkan aset yang belum sepenuhnya diungkapkan pada pelaksanaan Tax Amnesty, dengan membayar PPh Final sebesar 11 persen untuk harta deklarasi luar negeri, 8 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta dalam negeri, serta 6 persen untuk harta luar negeri dan harta dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN serta hilirisasi dan renewable energy.
Selain itu adanya dukungan kuat dari kebijakan fiscal bagi hilirisasi terlihat dari prioritas anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) 2023 yang dialokasikan bagi revitalisasi industri, melalui penguatan hilirisasi bernilai tambah tinggi dan berorientasi ekspor; dan pengembangan Ekonomi Hijau melalui adaptasi teknologi hijau, pengembangan energi baru terbarukan (EBT), transisi energi, dan pengembangan pembiayaan berkelanjutan.
Selanjutnya kebijakan Hilirisasi melalui Kementerian Perindustrian diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan nilai tambah terhadap perekonomian, peningkatan investasi dalam negeri, pembukaan lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri. Salah satu fokus hilirisasi antara lain dari industri berbasis agro, berbasis bahan tambang dan mineral serta berbasis migas dan batubara.
Hilirisasi minyak sawit (CPO) dalam kurun 10 tahun telah membuat ragam produk hilir meningkat dari 54 jenis (2011) menjadi 168 jenis (2021). Nilai ekspor CPO/minyak kelapa sawit dan turunannya pada TW1-2022 sebesar USD 7,34 miliar. Di sektor petrokimia, terdapat beberapa proyek pembangunan industri petrokimia raksasa diantaranya investasi petrokimia di Cilegon, Gasifikasi Batubara, dan Bintuni Papua dengan total nilai investasi mencapai USD 50 miliar.
Kebijakan Kementerian Perindustrian juga difokuskan pada upaya untuk mengatasi isu utama pembangunan industri melalui (i) Koordinasi dengan K/L terkait lainnya dalam rangka menjamin pemenuhan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong di sektor manufaktur, atau dalam hal dukungan fiskal dan pembiayaan, (ii) Pengembangan IKM melalui pembinaan dan fasilitasi, (iii) Implementasi Making Industri 4.0 agar terjadi peningkatan produktivitas dan efisiensi dengan memanfaatkan teknologi, (iv) Pembangunan dan pengembangan Kawasan Industri yang akan mempercepat proses industrialisasi dari hulu sampai hilir dan (v) Partisipasi Indonesia pada Hannover Messe 2022.
Kebijakan hilirisasi juga dimaksudkan untuk memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan sebagaimana program nasional tahun 2023 yang meliputi: (i). Pengembangan Industri, kegiatan ini diwujudkan melalui output prioritas yaitu (i) Pengembangan Industri Berorientasi Ekspor; (ii) Pengembangan Industri Substitusi Impor; dan (iii) Pengembangan Industri Hilirisasi Komoditi. Melalui pengembangan Industri diharapkan dapat meningkatkan surplus neraca berjalan sehingga struktur perekonomian yang lebih stabil untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Selain itu, hilirisasi juga termaktub dalam Fungsi Kementerian Investasi, antara lain: (a) perumusan dan penetapan kebijakan nasional serta strategi dan kerangka regulasi di bidang penanaman modal; (b) perumusan dan penetapan kebijakan hilirisasi dan nilai tambah atas sumber daya alam; (c) evaluasi kebijakan dan regulasi penanaman modal; Investasi/BKPM yang sebelumnya memiliki 7 Satuan Kerja (Satker) menjadi 9 Satker, yaitu penambahan Satker Deputi Bidang Hilirisasi Investasi Strategis dan Satker Deputi Bidang Teknologi Informasi Penanaman Modal.
Langkah hilirisasi juga dikomuniasikan secara internasional. Dalam konsultasi publik bahan posisi pertemuan kerja sama bilateral dan dunia usaha pemerintah telah melakukan sosialisasi mengenai Peta Jalan (Roadmap) Investasi Strategis di Bidang Hilirisasi Perkebunan, Kelautan, Perikanan, dan Kehutanan. Adanya dukungan internasional juga tampak sebagaimana tercermin dari data kontribusi Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan ini mencapai Rp163,2 Triliun atau 54,0 persen dari total investasi, meningkat 39,7 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Kontribusi PMA ini adalah tertinggi dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Hal ini banyak ditunjang oleh realisasi aktivitas hilirisasi tambang dan industri petrokimia yang saat ini banyak yang sedang dalam tahap konstruksi. [•]
*Bersambung ke bagian Ketiga.
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *