Jakarta, Hotfokus.com
Maluku merupakan provinsi miskin sesuai data statistik resmi pemerintah. Dari satu rezim ke rezim yang lain tidak pernah menyentuh akar persoalan yang ada di Maluku. Untuk itu, orang Maluku tidak boleh lagi terbuai janji manis siapapun calon presiden 2024 tanpa menunjukkan itikad nyata (political will) untuk mengangkat Maluku dari keterpurukan. Capres wajib menunjukkan solusi konkrit untuk mengeluarkan Maluku dari kemiskinan.
Hal ini terungkap dalam diskusi terbatas yang membahas Maluku di Jakarta, seperti dikutip Senin (2/10/2022).
“Harus diakui ada kebijakan yang memang secara sistematis merugikan Maluku. Misalnya, pembatasan kewenangan daerah di laut yang hanya 12 mil. Ini sangat merugikan kepentingan Maluku yang sebagian besar merupakan wilayah laut,” kata Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina saat membuka diskusi tersebut.
Menurut dia, sebenarnya semua orang Maluku yang berada dalam sistem perlu memperjuangkan untuk menghapus ketentuan ini, sehingga Maluku memiliki kesempatan yang luas untuk memanfaatkan potensi kekayaan laut untuk kesejahteraan rakyat.
“Sejauh ini belum ada terobosan yang benar-benar mampu menghapus kemiskinan di Maluku. Karena kalau mengandalkan APBN dan APBD sangat sulit untuk keluar dari kemiskinan, karena tantangan Maluku sebagai wilayah kepulauan,” paparnya.
Selain itu kata dia, penentuan alokasi anggaran itu masih menggunakan formula jumlah penduduk dan luas wilayah daratan. Hal ini semakin menyulitkan, karena Maluku terdiri dari pulau-pulau kecil, sehingga lebih dari 90 persen wilayah merupakan wilayah laut.
“Jumlah penduduk Maluku 1,8 juta. Artinya, anggaran yang diperoleh akan seperti itu dari tahun ke tahun. Kalau seperti ini, ya akan seperti itu seterusnya, sehingga butuh terobosan,” cetusnya.
“Sebab, sangat aneh kalau penduduk Maluku yang hanya 1,8 juta tidak mampu sejahtera di atas kekayaan alamnya. Ini berarti ada yang keliru dalam mengelola Maluku,” tutup mantan anggota DPR/MPR ini.
Sementara tokoh senior Maluku, Amir Hamzah Marasabessy mengatakan bahwa kekayaan Maluku belum mampu dikelola untuk membawa kesejahteraan di Maluku. “Hal ini bukan semata karena orang Maluku, tetapi karena kebijakan pusat yang memberlakukan Maluku yang merupakan daerah kepulauan sama dengan daerah lain yang terdiri dari daratan,” katanya.

Sebenarnya, lanjut Amir Hamzah, Maluku membutuhkan kebijakan a-simetris, sehingga punya kewenangan untuk mengatur dan memanfaatkan potensi yang ada di Maluku. Kalau sebagian besar, wilayah Maluku terdiri dari laut, semestinya urusan perikanan dan kelautan itu bukan lagi sebagai urusan pilihan dalam kebijakan pemerintah, tetapi merupakan urusan wajib.
“Wilayah laut di Maluku jangan dibatasi hanya 12 mil dari pantai, tetapi kalau perlu 12 mil dari titik terluar pulau di Maluku. Yang jelas kita membutuhkan kewenangan asimetris untuk mempercepat ketertinggalan di Maluku,” pungkasnya.

Acara bincang santai ini juga dihadiri Peneliti Utama BRIN, Dr. Augy Syahailatua, Aden Pasolo, SH, Badri Tubaka dan Ajun Banda, SE dari Front Pemuda Muslim Maluku (FPMM), serta sejumlah anak muda Maluku lainnya, Ali MT, SH, Viona Pattiiha, Imelda Tutuarima dan Syarkiah Aulia.(RAL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *