Jakarta, Hotfokus.com
Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputty menilai, Maluku yang secara faktual sebagai daerah kepulauan dengan potensi lautnya yang sangat besar, tidak berbanding lurus dengan kewenangan mengelola potensi tersebut.
Menurut dia, hal ini karena kewenangan yang diberikan hanya untuk mengelola 0 – 12 mill ke laut dari garis pantai daerah terluar. Di mana selebihnya dikelola dalam kewenangan pemerintah pusat sebagaimana dalam UU No 23 tahun 2014.
“Dengan kewenangan yang hanya seperti itu, tentu saja kontribusi hasil laut untuk daerah kecil. Jadi meskipun banyak kapal asing hilir mudik mengeruk hasil laut Maluku, tapi pajak dan bagi hasil penangkapan disetor kepada negara,” kata Saadiah.
Ia mengungkapkan, dari data Kementrian Perikanan dan Kelautan, disebutkan bahwa ada lebih dari 40 triliun rupiah yang dibawa dari laut Maluku setiap tahun. Dana itu tidak dibagi ke daerah penghasil tetapi masuk dalam gentong penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tercatat sebagai APBN di sektor PNBP.
“Dalam kondisi seperti ini apa yang bisa diharapkan oleh Pemerintah Daerah di wilayah yang terkenal sebagai Daerah Maritim berciri kepulauan dan telah ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) ini. Hanya menang nama sebagai daerah maritim dan lumbung ikan tetapi tak dapat keuntungan yang sebanding,” cetusnya.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa transfer fiskal dalam DAU pun tidak menghitung area lautnya sementara 92,4 % luasan Maluku adalah laut dan 7,6 % daratan. Tentunya ini sangatlah merugikan Maluku. “Atas dasar beberapa pertimbangan itu kemudian, menurut saya dibutuhkan suatu regulasi yang bersifat khusus,” ujarnya.
RUU Daerah Kepulauan
Terkait penbahasan RUU Daerah Kepulauan, Anggota Fraksi PKS ini mengatakan bahwa hingga saat ini hal tersebut masih berproses di parlemen, dan belum ada langkah maju dalam pembahasannya.
“Setelah 15 tahun digagas, RUU ini bahkan kerap masuk dalam prolegnas diusulkan dari pintu DPR lalu 10 tahun tidak berhasil sekarang diusulkan lagi dari pintu DPD. Dan saat ini masuk dalam prolegnas tahun 2020, dan ada di urutan ke 50 saat penetapannya.
Dalam paripurna penetapannya juga hadir anggota DPRD Provinsi Maluku dan wakil pemerintah daerah,” paparnya.
Dalam paripurna tersebut ia mengaku dengan suara lantang mengajukan interupsi disaksikan dan disuport oleh teman teman DPRD Provinsi dengan harapan agar bisa cepat untuk dibahas. Tetapi faktanya, setahun telah berlalu dan dari masa sidang ke masa sidang ternyata tak kunjung ada berita untuk dibahas. Sudah lima masa sidang berlalu belum ada tanda-tanda akan ada pembahasan.
“Saya sudah ditugaskan menjadi koordinator dari Fraksi PKS untuk masuk pansus tapi setelah saya tanyakan ke teman-teman baleg DPR RI, informasinya harus menunggu surat presiden yang dari surat itu kemudian oleh Bamus menugaskan Pansus bekerja,” tandasnya.
Namun, kata dia, hingga paripurna buka sidang dan penetapan pembahasan RUU DPR RI dimasa sidang 1 tanggal 17 Agustus 2021 tidak ada RUU Daerah Kepulauan.
“Lalu bagaimana nasibnya RUU Daerah Kepulauan? Akankah nasibnya sama dengan periode kemarin? Bahwa pemerintah tidak respon karena konsekuensi politik dan anggaran menjadi besar karena menyangkut 8 provinsi kepulauan?” Tanya dia.
Jika nasibnya demikian, lanjut dia, maka tentu seluruh komponen dan stakeholder harus berfikir untuk mencari strategi baru untuk memperjuangkan haknya kepada Negara. Apakah dengan otonomi khusus seperti Aceh, Yogjyakarta dan Papua ataukah menggagas RUU baru yaitu RUU Pengembangan pengelolaan Daerah Perikanan atau Kemaritiman.
“Jadi instrumennya adalah pengembangan dan pengelolaan negara terkait perikanan. Diintegrasikan dengan Lumbung Ikan Nasional yang juga hingga hari ini belum ada Kepresnya,” katanya.
“Harapannya adalah dengan regulasi dan payung hukum ini, Maluku “memaksa” negara untuk sungguh-sungguh membangun Indonesia dari laut tidak saja dari darat dan karena itu maka harus diperjuangkan,” tambahnya.
Masih menurut dia, dengan perjuangan ini maka Maluku akan lebih fokus, lebih mudah mengendalikan dan memaksimalkan konsolidasi internalnya untuk berjuang bersama semua komponen negeri ini secara kolektif, baik pemerintahannya, akademisinya, para pakar maupun politisinya. “Mungkin ini tidak mudah tapi bisa menjadi bagian dari tawar menawar kepada Negara,” ucapnya.
Sebagai anggota DPR RI yang berada di Komisi IV, dan mengamati pembahasan RUU Daerah Kepulauan yang masih belum ada langkah maju dalam pembahasannya, ia ingin ikut memberi gagasan, solusi dan ikut menjembatani gagasan itu dengan suatu antitesa baru dari pembahasan RUU Daerah Kepulauan.
“Mungkin ini “tidak menarik” bagi pemerintah untuk dibahas. Tapi kita perlu mengambil konteks lain dari pendekatan baru soal potensi kelautan dan perikanan. Di Hari Ulang Tahunnya yang seumur dengan republik ini, saya ingin memberikan gagasan untuk perkembangan Maluku sebagai bahan diskusi ke depan,” pungkasnya.(RAL)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *