JAKARTA — Penurunan harga minyak mentah dunia belakangan ini diyakini akan berpengaruh pada harga BBM non subsidi dalam beberapa waktu ke depan. Bahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memberikan sinyal bakal ada penurunan harga jual produk BBM non subsidi.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, mengatakan pemerintah sudah meminta badan usaha di bisnis penjualan BBM untuk segera merespon penurunan harga minyak dunia dengan menurunkan harga jualnya. Dikatakannya sudah ada komitmen badan usaha penyalur BBM non subsidi untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi.
“Komitmen menurunkan harga mulai pekan depan. Paling lambat Januari (2019),” kata Djoko di Pertamina Energy Forum di Jakarta, Kamis (29/11).
Namun, pernyataan pemerintah ini dikritik oleh Pengamat energi Sofyano Zakaria. Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) itu menilai, bukankah lebih baik jika harga minyak dunia “murah” maka selisih harga jual nyata dgn harga minyak dunia dijadikan cadangan buat antisipasi ketika harga minyak dunia melonjak tinggi. ‘’Sebaikanya pejabat Kementerian ESDM jangan ramah bicara lah,’’tegasnya .
Menurut dia, tidak ada yg bisa menjamin dan atau memprediksi naik turunnya harga minyak karena itu ketika harga minyak mentah sedang turun seharusnya pejabat pemerintah tidak buru-buru membuat statement dengan alasan apapun juga utk mengkoreksi turun harga BBM.
Pernyataan akan turunnya harga BBM tidak otomatis akan membuat harga-harga komoditas lain menjadi turun atau menurunkan inflasi. Beda dengan ketika bicara akan menaikkan harga bbm. ‘’Seharusnya pemerintah bijak utk sementara waktu hingga benar benar harga minyak stabil untuk tidak menurunkan harga BBM subsidi. Biarkan harga BBM subsidi seperti apa adanya dan selisihnya bisa dijadikan cadangan buat mengcover harga ketika harga minyak naik,’’tegas Sofyano.
Pemerintah, lanjut dia, harus belajar dari pengalaman masa lalu ketika harga minyak dunia turun pemerintah menurunkam harga solar subsidi sebesar Rp500 per liter. Itu pun setelah para pengamat bersuara agar penurunan harga tidak dilakukan seperti keinginan pemerintah yakni sebesar Rp1.000 per liter. ‘’Dan terbukti penurunan harga tidak membuat biaya transportasi turun dan yang lebih jadi masalah lagi ternyata kemudian harga minyak dunia naik tajam dan membuat subsidi solar menjadi sangat membengkak,’’katanya.
Anehnya, subsidi solar dibebankan ke Pertamina. Ini sangat aneh, karena seharusnya badan usaha tidak dibebankan mensubsidi rakyat dan seharusnya subsidi masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (ACB)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *