Jakarta, hotfokus.com
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria mengatakan, sepanjang konsumen yang berhak atas BBM jenis Solar subsidi masih nyaris “terbuka” seperti saat ini, maka subsidi Pemerintah untuk Solar berpotensi terus meningkat dan pada akhirnya akan menguras APBN.
“Sudah saatnya pemerintah mengoreksi tentang siapa yang berhak atas solar subsidi dan tidak perlu terpaku dengan alasan bahwa BBM subsidi Solar punya dampak terhadap perekonomian. Ini perlu dikaji ulang,” kata Sofyano dalam pesan singkatnya kepada hotfokus.com di Jakarta, Jumat (27/7).
Menurut Sofyano, penggunaan Solar subsidi untuk alat bisnis pengusaha angkutan khususnya yang tarif angkutannya tidak diatur oleh Pemerintah bisa dinilai publik melanggar rasa keadilan. “Hal ini karena Premium yang digunakan rakyat adalah bahan bakar yang tidak disubsidi Pemerintah dengan harga Rp 6.450 per liter ini lebih mahal dibanding harga solar subsidi yang hanya Rp.5.150 per liter,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengatakan, rentang harga yang cukup signifikan antara harga Solar subsidi dengan harga Solar Industri, juga sangat berpeluang menjadikan jenis BBM ini diselewengkan. “Karena tidak ada aturan yang mengatur jumlah pembelian maksimal untuk Solar subsidi,” ucapnya.
Ia juga menyesalkan bebasnya kendaraan bermotor berbahan bakar Solar yang bisa bebas membeli Solar subsidi dengan jumlah berapapun dan bisa beralih-alih membeli dari satu SPBU ke SPBU lainnya.
“Ini harus menjadi perhatian pemerintah.
Karenanya sudah saatnya pemerintah menetapkan bahwa Solar subsidi hanya untuk kendaraan angkutan penumpang plat kuning dan angkutan barang roda enam ke bawah,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan menambah anggaran subsidi untuk BBM jenis Solar. Tambahan subsidi ini diberlakukan terkait kebijakan pemerintah untuk menahan harga bensin.
“Ini untuk membantu Pertamina karena telah menahan harga Premium dan Solar. Tetapi mekanisme penambahan subsidi sampai akhir 2018 saja,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di kantornya, Rabu (2/5).
Namun Jonan belum bisa memastikan berapa tambahan nilai subsidi untuk bensin solar, karena masih dalam perhitungan pemerintah. Ia menjelaskan salah satu pertimbangan pemerintah memberi tambahan subsidi adalah karena harga minyak mentah yang terus bergerak naik jauh di atas asumsi Indonesian Crude Price (ICP).
Data terakhir Kementerian ESDM untuk ICP per Maret 2018 rata-ratanya adalah sebesar US$ 63,02 per barel, sementara asumsi makro ICP US$ 48 per barel. Sementara harga minyak dunia untuk jenis Brent bahkan sudah menyentuh US$ 72,86 per barel.
Meski kebijakan pemerintah menahan harga Premium berlaku hingga 2019, kebijakan tambahan subsidi hanya turun hingga akhir 2018. Sementara untuk Premium tak ada penambahan subsidi karena memang sudah dikeluarkan sebagai bensin bersubsidi sejak 2014.(Adi)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *