ads_hari_koperasi_indonesia_74

EWI: Cari dan Tangkap Pelaku Penyebar Rekaman Telepon Pejabat Negara

EWI: Cari dan Tangkap Pelaku Penyebar Rekaman Telepon Pejabat Negara

Jakarta, hotfokus.com

Direktur Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahean ikut menyesalkan bocornya pembicaraan telepon Menteri BUMN, Rini Soemarno dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir yang viral di ruang publik.

Kendati demikian, menurut dia ada yang lebih menghentak dan menjadi fokus yang terlewatkan dari peristiwa tersebut yakni lemahnya keamanan negara terhadap telepon pejabat negara yang mudah disadap dan disebar luaskan.

“Saya tidak ingin masuk terlalu jauh ke dalam konten pembicaraan karena memang kontennya kabur, sajar dan tidak jelas, apakah pembicaraan tersebut menyangkut angka fee bagi pejabat atau angka saham yang menjadi bagian dari PLN dan Pertamina. Sehingga akan menjadi perdebatan panjang bila mebahas konten yang samar tersebut,” kata Ferdinand dalam keterangan persnya yang diterima Hotfokus.com di Jakarta, Sabtu (28/4) malam.

Terlebih lagi, kata dia, objek yang dibahas adalah pembangunan Terminal LNG di Bojonegara yang melibatkan group perusahaan Wakil Presiden Jusuf Kalla yaitu Bumi Sarana Migas. “Apapun itu, kami lebih ingin membahas tentang lemahnya keamanan jalur komunikasi pejabat negara,” tukasnya.

Menurut dia, seluruh pejabat negara mestinya dilindungi keamanannya, baik fisik, agendanya dan juga termasuk jalur komunikasinya. Sehingga tidak boleh bocor atau disadap oleh pihak manapun.

“Namun kejadian ini jelas membuka mata kita bahwa lemahnya keamanan jalur komunikasi pejabat kita menjadi pertanyaan. Jangan-jangan saluran telepon presiden pun disadap oleh pihak yang sama,” kata dia.

Pelakunya mungkin saja telah menyadap pejabat lain juga, dan akan menjadi sebuah sinyal kepada siapapun agar tidak macam-macam di tahun politik yang panas ini. “Pelaku Penyadapan ingin mengirim pesan kepada semua karena bisa saja pembicaraannya dibuka kepublik,” ucapnya.

Bahkan, lanjut dia, bisa juga pelaku ingin memberikan tekanan dan peringatan kepada Presiden maupun Wakil Presiden dengan cara membuka pembicaraan pembantu presiden yaitu Menteri BUMN. “Mungkin saja mereka ingin menakut-nakuti pejabat pemerintah supaya mengikuti kemauan pihak penyadap ini. Jadi bagi saya, sekali lagi fokus yang paling penting adalah mencari siapa pelakunya, konten pembicaraan itu nomor dua,” papar Ferdinand.

“Saya tidak bisa bayangkan bila penyadap ingin mengirim pesan kepada Presiden untuk mengikuti kemauannya, atau bila tidak mau, sadapan pembicaraan Presiden ajan dibuka juga. Ini tahun politik yang keras dan kejam,” tambah dia.

Apalagi kejahatan tersebut telah diatur oleh UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang sanksi pidananya diatur pada Pasal 56 UU No.36/1999, disebutkan bahwa:

“Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”

Selain itu, UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.19/2016). Seperti yang disebutkan dalam Pasal 30 UU No.11/2008, dengan ancaman kurungan 6 s.d 8 tahun dan denda.(RAL)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *