ads_hari_koperasi_indonesia_74

Harga LPG Non Subsidi Bikin Pertamina Rugi, AEPI: Sri Mulyani Kok Diam Saja?

Harga LPG Non Subsidi Bikin Pertamina Rugi, AEPI: Sri Mulyani Kok Diam Saja?

Jakarta, Hotfokus.com

Peneliti Senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut 68 persen BUMN diambang kebangkrutan. Ia mempertanyakan, jika memang demikian adanya, lalu apa yang kemudian dilakukan pemerintah.

Salamuddin mencontohkan seperti halnya BUMN Pertamina yang menderita kerugian karena menjual LPG Non Subsidi kapasitas 5,5 kg dan 12 kg dibawah harga keekonomian. Ia menyebut Pertamina menanggung beban yang begitu berat karena menutupi selisih antara biaya produksi dan distribusi dengan harga jual ke masyarakat yang disebutnya jauh dibawah harga keekonomian.

“Mengapa? Karena biaya bahan baku dan biaya produksinya serta distribusi nya lebih mahal dari harga jualnya. Pertamina tak kuasa menaikkan harga , karena pasti akan dijewer oleh pemerintah. Lalu siapa yang tanggung jawab?,” ujar Salamuddin kepada awak media di Jakarta, Kamis (16/12/2021).

Ia mengungkapkan, harga bahan baku Liquified Petroleum Gas (LPG) dari rata-rata USD400 per metrik ton pada tahun lalu, saat ini harganha telah naik mencapai USD800-USD900 per metrik ton.

“Sementara harga jual LPG Non Subsidi Pertamina tak pernah berubah sejak 4 tahun terakhir,” ungkapnya.

Hal itu kemudian menyebabkan ketika CP Aramco ada diposisi ISD800-an / MT, maka penjualan LPG non subsidi Pertamina rugi sangat besar dan kerugian ini terjadi didepan mata pemerintah, Menteri BUMN dan Direksi Pertamina (holding).

“Pertamina hanya bisa menelan pil pahit. Melaporkan kerugian yang penyebabnya telah diketahui secara pasti, namun tak berani berterus terang karena takut kepada pemiliknya yakni pemerintah,” kata dia.

Salamuddin menghawatirkan jika ini terus berlanjut, maka sudah pasti Patra Niaga yang menjalankan bisnis menjual LPG Non Subsidi, perlahan akan bangkrut.

“Padahal membiarkan anak perusahaan (sub holding) Pertamina rugi jelas berpotensi membuat pertamina tak maksimal membukukan laba dan artinya penerimaan negara dari dividen pasti nihil pula,” tegasnya.

Disisi lain, untuk mengatasi kenaikan harga bahan baku impor LPG yang besar, harusnya bisa dengan mengkoreksi naik harga jual dan dilakukan sebijak mungkin dan ini “direstui” secara tertutup oleh pemerintah, apalagi terbukti konsumen pengguna elpiji non subsidi adalah golongan mampu.

“Pemerintah jangan lepas tanggung jawab, jangan cuci tangan dan jangan pula tutup mulut pake masker, pemerintah harus bicara dan mengambil keputusan dan memberi solusi pasti sebagai jawaban untuk menghentikan kerugian akibat penjualan LPG Non Subsidi oleh Sub Holding Patra Niaga Pertamina.,” pungkasnya. (SNU)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *