ads_hari_koperasi_indonesia_74

Begini Rumitnya Menagih Piutang Negara

Begini Rumitnya Menagih Piutang Negara

JAKARTA — Senator Aceh Ghazali Abbas menyarankan agar para debitur yang mangkir membayar utang kepada negara segera dimasukkan ke Daftar Pencarian Orang (DPO), sehingga menimbulkan terapi kejut. Dengan cara itu diharapkan penagihan dapat lebih efektif. Rilis Sekretariat Jenderal DPD RI menyebutkan, dalam Rapat Dengar Pendapat Komite IV DPD RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/2), Ghazali mengatakan bahwa piutang negara wajib dibayar para debitur. Terkait peliknya penagihan piutang negara, dia menilai pemasukan negara dari pajak menjadi kian penting.

“Masalah penghapusan piutang ada beberapa tahapan, kewenangan pemblokiran, paksa badan, dan sebagainya, nah sebaiknya daftar nama para debitur yang mangkir tersebut yang tidak jelas alamatnya, perlu juga dimasukkan menjadi DPO jika sudah punya hutang dan piutang kepada negara maka harus diinfokan ke masyarakat khalayak sehingga bisa jadi solusi yang efektif dalam menyelesaikan piutang yang macet,” tegasnya dalam rapat yang dihadiri Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI, Purnama Sianturi. Dia didampingi Direktur Hukum dan Humas Kementerian Keuangan RI, Tri Wahyuni. Rapat membahas RUU pengurusan piutang negara dan daerah.

Wakil Ketua Komite IV DPDRI, Siska Marleni menyampaikan, RDP dilaksanakan untuk menjalankan fungsi mengawal APBN dari sisi penerimaan.

“Saat ini Kami akan persiapkan untuk RUU piutang negara dan daerah, guna mendapat pencerahan berupa pandangan dan masukan dari kementerian keuangan sebagai pelaksana,” ucap Siska yang juga senator daerah pemilihan Sumatera Selatan.

Sementara itu Senator Jawa Timur, Budiono menanyakan tentang outstanding piutang saat ini. “Data Outstanding piutang di 2016 adalah Rp 60 triliun, tapi jaminan tidak memadai, sekarang ini menurun atau tidak,” paparnya.

Menjawab para senator, Purnama Sianturi mengatakan dalam UU 49/1960 dijelaskan bahwa piutang negara adalah piutang pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta BUMN dan BUMD. Akan tetapi UU 1/2004 menyebutkan bahwa piutang negara sebatas piutang pusat yaitu piutang di kementerian dan lembaga.

“Berdasarkan putusan MK 77 tahun 2011 maka piutang BUMN dan BUMD sudah tidak ditanggung negara,” terang Purnama.

Menurutnya, Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan memiliki tujuan mengurus piutang, cepat, efektif dan memiliki kepastian hukum.

“Pengurusan piutang negara melalui PUPN memiliki keunggulan yaitu cepat, efektif dan memiliki kepastian hukum, karena kalau lewat lembaga peradilan itu kalo putus ada upaya banding, kasasi dan peninjauan kembali, dan itu proses yang panjang dan lama, maka dengan PUPN bisa menyelesaikan dengan kewenangan yang ada dan bersifat final dengan ada surat paksa, jadi ada kepastian hukum, cepat dan efektif dan hanya dikenakan biaya administrasi dari biaya bukan pajak,” ungkap Purnama.

Purnama juga menyampaikan surat paksa yang dikeluarkan PUPN memiliki kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang sah. Berdasarkan itu maka PUPN bisa menyita, melakukan pelelangan dan tindakan lain untuk mengeksekusi piutang.

Selanjutnya Purnama menjelaskan, jika piutang macet maka pihak terkait boleh menyerahkan kepada PUPN dengan dokumen lengkap, dan memiliki kerangan penyebab dan nilai piutang yang jelas. Setelah tahap awal dipenuhi maka tahap selanjutnya akan diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), jika belum terbit SP3N maka belum ada di kewenangan PUPN.

“Kami panggil debitur untuk melakukan kesepakatan bersama yang akan kita sepakati tentang berapa lama mau diangsur brapa jumlah angsurannya, jika debitur tidak hadir maka akan keluar surat paksa yang menjadi dasar untuk proses berikut dalam barangnya sita dan lelang, porses orang untuk pencegahan pergi keluar negeri bahkan sampai penyanderaan tapi sampai saat ini belum pernah sampai tahap sandera,” jelasnya.

Menjawab pertanyaan senator DPD RI, Purnama Sianturi menjelaskan soal outstanding nominal piutang negara. “Outstanding piutang saat ini, di 31 Desember 2017, berjumlah Rp 61,62 triliun, dengan outstanding berkas 49.323, bagaimana tipologi piutang ini, hanya 10.399 dari 49.323 yang didukung barang jaminan, artinya hanya di bawah 1/4 yang didukung barang jaminan. Nah berapa nilai jaminannya hanya Rp 811.639 miliar hanya kurang 1/6 dari nilai barang jaminannya. Bahkan barang jaminan yang ada pun banyak tidak clear dan free karena ada yang jadi objek perkara,” kata Purnama.

Terkait dengan mengklasifikasikan debitur yang mangkir menjadi DPO, dirinya sudah melakukan hal senada tapi belum pada tahapan menjadikan seseorang dalam DPO. “Satu pemikiran yang baik untuk membuat DPO, namun dalam bentuk yang sama juga kami buat yaitu kami lakukan pengumuman di surat kabar bagi debitur yang tidak punya itikad baik, di mana kami tahu mereka punya kemampuan ekonomi, kami kerjasama juga dengan Kemenkumham untuk mencekal debitur pergi keluar negeri, dengan ketentuan tagihan mencapai 500 juta dan 500 juta ke atas,” ujarnya.

Menurut Purnama, Kemenkeu siap jika UU memerintahkan memberikan kewenangan ke PUPN, tinggal menunggu saja kesepakatan di DPR, DPD dan Pemerintah. (kn)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *